Senin, 14 Juni 2010

RPP Tematik kelas 1 Semester 1

Salam...
Untuk teman-teman, saudara-saudaraku yang membutuhkan Contoh RPP Tematik kelas 1 semester 1,,silahkan download aja,,

1.AKU DAN KELUARGAKU 1A
2.LINGKUNGAN RUMAHKU 1A
3.TEMPAT UMUM 1A
4.KESEHATAN,KEBERSIHAN DAN KEAMANAN 1A
5.ALAT TRANSPORTASI 1A
6.ALAT KOMUNIKASI 1A

Atau bila capek mendownload satu-persatu filenya,,bisa juga download ke semua file di atas cuma sekali download,,,


download disini Tematik kelas 1 semester 1


Di tunggu komen, kritik dan sarannya ya
Baca Selengkapnya...

Rabu, 26 Mei 2010

INTERAKSI PEDAGOGIS ANTARA PENDIDIK DENGAN PESERTA DIDIK DAN KONSEP SERTA PENGERTIAN ALAT PENDIDIKAN

BAB II
INTERAKSI PEDAGOGIS ANTARA PENDIDIK DENGAN PESERTA DIDIK DAN KONSEP SERTA PENGERTIAN ALAT PENDIDIKAN

A. Pengertian interaksi
Sadulloh,dkk (2009:140) mengungkapkan bahwa interaksi terdiri dari dua kata yaitu inter dan aksi. Aksi adalah kegiatan sedangkan inter adalah antar. Jadi interaksi adalah timbal balik yang saling memberikan rangsangan pada kegiatan. Interaksi pendidik dan peserta didik merupakan suatu kegiatan pembelajaran yang dilakukan dalam interaksi belajar mengajar.
Sadulloh, dkk(2010:143) mengungkapkan bahwa interaksi pedagogis merupakan suatu pergaulan antara anak dengan orang dewasa untuk mencapai tujuan pendidikan. Interaksi pedagogis pada dasarnya adalah komunikasi timbal balik antara anak didik dengan pendidik yang terarah kepada tujuan pendidikan. Jadi interaksi pedagogis merupakan pergaulan pendidikan, yang mengarah pada tujuan pendidikan.
Jadi, yang dimaksud interaksi adalah suatu hubungan dalam suatu kegiatan pembelajaran yang dilakukan peserta didik dan pendidik untuk mencapai pendewasaan anak dan tercapai tujuan pendidikan.
1. Dimensi Interaksi Sosial
Sadulloh, dkk(2009) mengungkapkan bahwa dimensi merupakan segi dari interaksi sosial yang merupakan suatu hubungan pergaulan antara manusia. Kalau diartikan interaksi sosial disekolah berarti interaksi tersebut terjadi antara guru dengan murid, murid dengan murid maupun guru dengan guru.
Disekolah guru dan murid bukan saja ada hubungan pembelajaran akan tetap ada hubungan sosial yang mencakup lingkungan sekolah sehingga ada hubungan komunikasi pribadi.
Adapun unsur-unsur dimensi interaksi sosial sebagai berikut : a) Interaksi sosial dalam situasi belajar mengajar sebagai suatu hubungan dimana pada dasarnya hubungan antara guru dan murid yaitu pekerjaan. Guru pekerjaannya mengajar, membimbing, mengarahkan murid. Dalam hal ini pekerjaan murid yaitu belajar. Sehingga dalam proses ini belajar mengajar Menunjukan suatu hubungan sosial antara guru dan murid, b) untuk mencapai Interaksi sosial yang terjadi di sekolah bertujuan tujuan belajar untuk kepentingan murid. Dalam hal ini kegiatan interaksi belajar mengajar hanya untuk kepentingan murid, c) Interaksi sosial untuk membantu murid mencapai sesuatu kepandaian sehingga mereka memiliki pengetahuan yang didapat pada saat proses belajar.
2. Ciri-ciri interaksi belajar mengajar
Interaksi Belajar mengajar mempunyai ciri-ciri khusus yang membedakannya, antara lain : a) Interaksi belajar mengajar bertujuan membantu seorang anak dalam perkembangan pengetahuan,keterampilan maupun bakatnya. Ada suatu prosedur yang sengaja direncanakan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sehingga dalam interaksi belajar mengajar harus ada urutan suatu kegiatan belajar mengajar yang tersusun dan sebelum proses pembelajaran telah ditentukan untuk mencapai tujuan pendidikan, b) Interaksi belajar mengajar ditandai dengan satu penggarapanmaterial.material yang dimaksud disini adalah suatu alat yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran.bahan material ialah berupa media-media pembelajaran yang sudah disiapkan sebelum interksi belajar mengajar, c) Interaksi belajar mengajar ditandai dengan aktifitas murid. Aktifitas murid dalam suatu pembelajaran pastinya ada murid yang aktif ada juga yang pasif. Aktif disini adalah giat, baik itu giat secara lahiriah atau giat dalam batiniah.apabila murid kita pasif, kita harus dapat membuatnya menjadi aktif, karena dengan berinteraksi guru mempunyai peranan aktif, yakni : 1) Menerangkan, disini ialah apabila murid tidak mengerti penjelasan yang guru berikan atau yang ada didalam buku apabila murid kita tidak mengerti juga, kita harus menerangkannya lagi sampai murid kita mengerti, 2) Menyuruh, disini ialah menyuru murid untuk menyimak apa yang guru sampaikan dalam pembelajaran, 3) Bertanya, disini ialah murid harus aktif bertanya dalam pembalajaran, 4) Dalam interksi belajar mengajar guru mengambil peranan membimbing.Guru sebagai pembimbing menjadi suatu penggerak dalam proses belajar mengajar.Interaksi belajar mengajar harus ada disiplin yang mengaturnya sehingga ada aturan yang dapat dipatuhi oleh guru dan muridnya. Interaksi belajar mengajar tidak terbatas waktu dalam hal ini untuk mencapai suatu tujuan intruksional batas waktu tidak menjadi salah satu ciri dalam interksi belajar mengajar.
3. Jenis-jenis Interaksi belajar
Rasyidin (2009:81) mengungkapkan bahwa dalam bersosialisai guru harus mampu memberikan motifasi kepada peserta didik, sebab motifasi memegang peranan penting dalam proses belajar mengajar. Keberhasilan siswa dalam belajar bukan hanya ditentukan oleh kemampuan intelektual,akan tetapi dapat ditentukan juga oleh segi-segi afektif terutama motifasi dalam membangkitkan motifasi belajar para guru harus memperhatikan beberapa hal, yaitu : a) Guru lebih banyak memberikan penghargaan atau pujian, daripada hukuman.sebab siswa lebih termotifasi oleh hal-hal yang menimbulkan rasa senang daripada rasa sakit, b) Terhadap hasil kerja siswa sebaiknya guru memberikan komentar tertulis, dan jangan komentar lisan, c) Pendapat dari teman-teman sekelas lebih memberikan motifasi yang kuat daripada hanya pendapat dari guru, d) Srategi atau metode mengajar yang sesuai dengan minat siswa akan lebih membangkitkan motifasi belajar siswa.
Sadulloh,dkk(2009:142) Menjelaskan ada beberapa jenis Interaksi belajar, antara lain :
a. Jenis dari bahan dan yang menjadi tujuan .
Jenis Interaksi belajar mengenai pengetahuan, keterampilan dan sikap. Untuk ketiganya berlaku (prosedur,bahan,metode). Sehingga ada dua ciri :
1) Interaksi belajar dengan bahan pengetahuan bertujuan untuk mendapatkan pengetahuan itu dengan kemampuan berpikir seseorang. Jenis Interaksi belajar yang mengenai pengetahuan harus diatur sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan.
2) Interaksi belajar yang bersangkutan dengan keterampilan. Keterampilan terbagi dua jenis yaitu keterampilan jasmaniah dan rohaniah. Keterampilan seseorang dapat di didik dengan cara banyak melatih kemampuan itu.
b. Jenis interaksi belajar dilihat dari jumlah murid.
1) Jenis interaksi ini terbagi tiga :
a) Jenis interakasi individual
Jenis interaksi ini berarti dalam kegiatan belajar hanya ada satu orang, artinya hanya ada satu guru untuk satu murid dalam proses belajar –mengajar.Pada waktu dulu interaksi belajar individual banyak digunakan oleh para pendidik,tetapi pada saat ini interaksi belajar mengajar individual sudah dikatakan tidak dipakai lagi oleh para pendidik. Pada interaksi ini anak banyak mendapatkan kesempatan untuk mengalami berbagai proses belajar, karena guru hanya berhadapan dengan seorang anak, sehingga banyak memberi kesempatan kepada siswa. Interaksi ini walaupun sudah tidak dipakai, namun masih mempunyai beberapa kelebihan, yaitu pendidik hanya mendidik satu murid, sehingga kesempatan banyak diberikan kepada murid, Hubungan guru dan murid lebih intensif, sehingga keduanya dapat lebih mengenal.
b) Jenis interaksi berkelompok
Jenis interaksi ini sekarang banyak dipergunakan oleh para pendidik, karena cara ini lebih mudah dan lebih cepat dalam interaksi belajar. Guru dan peralatan pendidikan dapat dipakai sekelompok murid. Dengan Interaksi berkelompok dapat mengembangkan segi “sosialitas” murid - murid karena adanya interaksi antar murid.
c) Jenis Interaksi dengan perantara modul
Jenis interaksi ini dengan bantuan sebuah modul,merupakan kumpulan berbagai bahan dan tugas pelajaran yang merupakan seperangkat alat pelajaran untuk mencapai tujuan intrusional. Pembelajaran ini terdiri atas bahan, tugas dan evaluasi yang satu dengan yang lainnya saling berkaitan.
4.Syarat-syarat Interaksi belajar – mengajar
Suatu interaksi belajar dapat dilihat sebagai suatu kesatuan. Karena suatu kesatuan didalamnya menghasilkan sesuatu keluaran tertentu dan menerima masukan tertentu.
Sadulloh,dkk(2009:144) Mengungkapkan bahwa syarat - syarat Interaksi belajar banyak ragamnya seperti prosedur pengembangan sistem, intruksional yang lebih dijabarkan pada suatu satuan pelajaran, rencana pengajaran, sampai silabus. PPSI mensyaratkan lima hal yang perlu ada dalam satuan itu dengan tujuan agar keluar satu jenis keluaran yang kita kehendaki yakni sebagai berikut : a) Interaksi belajar-mengajar harus bertujuan, yaitu bahwa guru dalam interaksi belajar-mengajar harus menentukan sejumlah tujuan intruksional khusus yang ingin dicapai. Tujuan-tujuan intruksional inilah yang mengikat semua proses selanjutnya serta bagian-bagian dari interaksi itu, b) Bahan pelajaran yang akan menjadi pokok masalah antara guru dan murid, bahan harus merupakan kelanjutan dari tujuan serta harus menurut pada tujuan. Pada waktu seorang guru menentukan tujuan maka sudah tergambar pula bahan yang akan diberikan. Yang jelas memang antara tujuan dan bahan harus terintegrasi, c) Prosedur (urutan kegiatannya), kegiatan ini berhubungan erat dengan tujuan dan bahan yang telah ditentukan. Karena bahan diatur berurutan dari yang mudah kepada yang sukar dari yang sederhana kepada yang rumit. Dalam syarat ini juga terkandung arti bahwa hidup dan tidaknya interaksi menyenangkannya atau tidak interaksi bertumpu pada penentuan urutan kegiatan ini, d) Metode serta jenis peralatan pendidikan yang akan digunakan, metode ini harus cocok dengan bahan dan urutannya dan juga menggunakan alat pelajaran yang tepat pula, jika tidak maka interaksi akan terhambat, e) Suatu interaksi yakni suatu kegiatan atau pelajaran, maka harus diakhiri dengan suatu pertanyaan atau kata lain kegiatan evaluasi. Dalam kurikulum 1975 evaluasi berkisar pada prose situ sendiri dan evaluasi pasa kegiatan atau pencapaian murid.
sadulloh,dkk (2010:145) Menjelaskan bahwa interaksi pendagogis akan berlangsung apabila terdapat beberapa hal:
1) Rasa Tenang pada Anak Didik
2) Hadirnya Kewibawaan
3) Kesediaan Pendidk Membantu Anak Didik
4) Perhatian Minat Anak
B. Pengertian alat pendidikan
Sadulloh,dkk (2009) Mengungkapkan bahwa alat pendidikan adalah segala sesuatu yang digunakan dalam proses pendidikan, baik berbentuk material maupun non-material. Alat Pendidikan non-material adalah suatu tindakan/perbuatan yang dengan sengaja diadakan untuk mencapai suatu tujuan pendidikan. Seperti : pembiaaan, menyuruh, larangan, menganjurkan, mengajak, memuji, menegur, menghukum dan berbagai bentuk perbuatan / tindakan lainnya. Sedangkan alat Pendidikan Material adalah berbagai perlengkapan yang digunakan untuk keperluan pelaksanaan proses pendidikan biasanya berbentuk benda seperti sarana dan prasarana.
Prasarana yang dimaksud meliputi lahan dan bangunan, dan sarana pendidikan meliputi alat bantu pelajaran misalnya benda, zat atau perkakas di laboratorium, alat atau perkakas di bengkel kerja, alat peraga, ataupun buku dan semacamnya. Peran alat pendidikan akan berkaitan dengan kecakapan pendidik dalam memilih dan menggunakannya dalam proses pendidik.
1. Alat Pendidikan Non Material
Alat pendidikan non material berbentuk perbuatan atau tindakan yang digunakan pendidik dalam proses pendidikan. Sadulloh,dkk( 2009) mengungkapkan bahwa terdapat tujuh masalah yang perlu dipahami pendidik dikelas, yaitu : a) kelas kurang kohesif, b) kelas mereaksi negative terhadap salah seorang anggotanya, misalnya mengejek teman sekelasnya karena menggambarnya jelek, c) Menyimpangan dan norma-norma tingkah laku yang disepakati, misalnya berisik diruang baca perpustakaan, d) Membesarkan hati anggota kelas yang justru melanggar norma kelompok, e) kelompok cenderung mudah teralihkan perhatiannya pada tugas yang sedang digarap, f) Semangat kerja rendah, misalnya semacam aksi protes kepada guru karena menganggap tugas yang diberikan kurang adil, g) kelas kurang menyesuaikan diri dengan keadaan baru.
Dari berbagai macam masalah yang disebutkan diatas tentu memerlukan penanganan yang berbeda, karena apabila penangannya keliru maka tindakan koretifnya akan keliru pula. Berikut ini akan diberikan beberapa contoh bagaimana seorang pendidik menganalisis dan memilih alat pendidikan yang berbentuk perbuatan atau tindakan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
Masalah pertama, dalam mengatasi kelas yang kurang kohesif serta kelas yang kurang sesuai dengan keadaan baru. Pemecahan masalah yaitu anak didik diarahkan untuk dapat menerima adanya perbedaan kebiasaan jenis kelamin, suku, tingkah laku social-ekonomi, jadwal baru, guru baru dan sebagainnya.
Masalah kedua, untuk mengatasi kelas mereaksi negatif terhadap salah seorang anggotanya serta penyimpangan dan norma-norma tingkah laku yang telah disepakati. Pemecahan masalahnya yakni perbutan atau tindakan larangan atau bahkan hukuman.
Masalah keempat, untuk mengatasi membesarkan hati anggota kelas yang melanggar norma kelompok. Pemecahan masalahnya yakni perbuatan atau tindakan melarang dan menjelaskan tentang bagaimana menempatkan perbuatan memuji yang benar.
Masalah kelima, untuk mengatasi permasalahan kelompok yang mudah teralihkan terhadap tugas yang sedang digarap. Pemecahan masalahnya melalui perbuatan atau tindakan mengajak dan memberi contoh pada kelompok agar lebih fokus dan konsentrasi terhadap pelajaran yang sedang dipelajari.
Dan masalah keenam, untuk mengatasi permasalahan semangat kerja rendah. Pemecahan masalahnya yakni melalui perbuatan atau tindakan menganjurkan dan memberi contoh agar semangat kerja berubah lebih baik.
a. Tujuan dan Fungsi Sumber Belajar
Penggunaan sumber belajar bertujuan untuk:
1) menambah wawasan pengetahuan siswa terhadap materi pelajaran yang disampaikan guru
2) mencegah verbalistis bagi siswa,
3) mengajak siswa ke dunia nyata,
4) mengembangkan proses belajar-mengajar yang menarik, dan
5) mengembangkan berpikir divergent pada siswa
Pemanfaatan sumber belajar sudah barang tentu akan menambah wawasan pengetahuan siswa. Melalui sumber belajar, pemahaman siswa mengenai suatu materi pelajaran akan bertambah. Hal tersebut sekaligus akan mencegah verbalistis bagi siswa. Dengan pemanfaatan sumber belajar maka siswa tidak hanya mengetahui materi pelajaran dalam bentuk kata-kata saja, namun secara komprehensif akan mengetahui substansi dari materi yang dipelajari. Sumber belajar bertujuan mengajak siswa ke dunia nyata. Dalam pengertian, siswa tidak hanya berada dalam bayangan-bayangan suatu materi akan tetapi melalui sumber belajar, siswa langsung dihadapkan ke dunia nyata, yaitu suatu situasi yang berhubungan langsung dengan materi pelajaran. Pemanfaatan sumber belajar juga bertujuan mengembangkan proses belajar-mengajar yang menarik. Dalam pengertian, melalui pemanfaatan sumber belajar sudah barang tentu proses belajar-mengajar lebih aktif dan interaktif. Hal menarik yang dapat dijumpai ketika guru memanfaatkan sumber belajar adalah adanya interaksi banyak arah, yakni antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, siswa dengan siswa dan guru.
Berpikir divergent merupakan suatu aktivitas berpikir di mana siswa mampu memberikan alternatif jawaban dari suatu permasahalan yang dibahas. Melalui pemanfaatan sumber belajar diharapkan siswa mampu berpikir divergent.
Adapun fungsi sumber belajar sebagai:
1) sarana mengembangkan keterampilan memproseskan perolehan,
2) mengeratkan hubungan antara siswa dengan lingkungan,
3) mengembangkan pengalaman dan pengetahuan siswa,
4) membuat proses belajar-mengajar lebih bermakna
2. Alat Pendidikan Material
Koswara (2007:157) Mengungkapkan bahwa alat pendidikan material terdiri atas sarana dan prasarana. Salah satu aspek yang seyogyanya mendapat perhatian utama oleh setiap pengelola pendidikan adalah mengenai sarana dan prasarana pendidikan. Sarana pendidikan umumnya mencakup semua peralatan dan perlengkapan yang secara langsung dipergunakan dan menunjang dalam proses pendidikan seperti : Gedung, ruangan belajar, alat-alat pendidikan, dan sebagainya.sedangkan yang dimaksud dengan prasarana adalah fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan, seperti: Halaman, kebun/taman sekolah, dalam menuju kesekolah.
Pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan dalam istilah asing terkenal denganistilah “school plant administration”, yang mencakup lahan, bangunan, dan perlengkapan pendidikan pengelolaan sarana dan prasarana dapat diartikan sebagai kegiatan menata, mulai dari memperencanakan kebutuhan,pengadaan, invetarisasi, penyimpanan, pemeliharaan dan penggunaan.
Sadulloh,dkk (2009:155) Menjelaskan prasarana sebagai alat pendidikan yang berkaitan dengan lingkungan fisik tempat belajar meskipun tidak berpengaruh langsung tetapi mempunyai pengaruh penting terhadap hasil pembelajaran.lingkungan fisik yang menguntungkan dan memenuhi syarat minimal mendukung menungkatnya intesitas proses pembelajaran dan mempunyai pengaruh positif terhadap pencapain tujuan pembelajaran.
Lingkungan fisik yang dimaksud meliputi:
a. Ruangan kelas
Kelas tempat belajar harus memungkinkan semua siswa bergerak bebas, sehingga tidak berdesak-desakan dan saling mengganggu antara siswa yang satu dengan yang lainnya pada saat melakukan aktifitas belajar.
b. Pengaturan Tempat duduk
Pengaturan tempat duduk, yang penting adalah memungkinkan terjadinya tatap muka, dengan demikian guru dapat mengontrol timgkah laku siswa.Pengaturan
tempat duduk akan mempengaruhi kelancaran proses belajar mengajar .
c. Ventilasi dan pengaturan cahaya
Ventilasi dan penerangan adalah arset penting untuk terciptanya suasana belajar yang nyaman, dikarenakan ventilasi dan peneranagn harus terjamin dan dapat membantu proses pengajaran sehingga menjamin kesehatan siswa.
d. Pengaturan dan penyimpanan barang-barang
Barang-barang yang bersangkutan dengan pendidikan hendaknya disimpan pada tempat khusus yang mudah dicapai kalo segala diperlukan dan akan dipergunakan bagi kepentingan belajar
3. Pemeliharaan Sarana Dan Pasarana Pendidikan
Koswara(2009:163)mengungkapkan bahwa pemeliharaan adalah suatu kegiatan dengan pengadaan biaya yang termasuk dalam keseluruhan anggaran persekolahan dan diperuntukan bagi kelangsungan“Building” dan “Equipment” serta “Furniture”, termasuk penyediaan biaya bagi kepentingan perbaikan dan pemugaran, serta penggantian. Perlunya pemeliharaan yuang baik terhadap bangunan, perabot dan perlengkapan sekolah dikarenakan kerusakan sebenarnya telah dimulai semenjak hari pertama gedung, perabot dan perlengkapan itu diterima dari pihak pemborong, penjual atau pembeli sarana, kemudian disusul oleh proses kepunahan, meskipun pemeliharaan yang baik telah dilakukan terhadap sarana tersebut selama dipergunakan. Ada lima faktor yang mengakibatkan kerusakan pada bangunan dan perlengkapan sekolah, yaitu : a) Kerusakan dikarenakan pemakaian dan pengerusakan, baik disengaja maupun yang tidak oleh pemakai, b) Kerusakan dikarenakan pengaruh udara, cuaca, musim maupun keadaan lingkungan, c) Keusangan disebabkan modernisasi dibidang pendidikan serta perkembangannya, d) Kerusakan karena kecelakaan atau bencana disebabkan kecerobohan dalam perencanaan, pemeliharaan-pelaksanaan maupun penggunaan yang salah, e) Kerusakan karena timbulnya bencana alam, seperti : banjir,gempa dan lain sebagainya.
Cara memperlambat kerusakan perlengkapan alat pendidikan diantaranya adalah :
a) Tanamkan kepada siswa, pendidik, pegawai juga orang-oranglain yang berkepentingan agar memilki kesenangan serta menghargai semua benda yang dipakainya untuk kepentingan pendidikan, walaupun sebenarnya bukan milik pribadi. Menyadarkan kepada mereka bahwa benda-benda itu sebagai milik yang harus disayangi dan dipelihara sebaik-baiknya.
b) Lakukan perbaikan seperlunya terhadap kekayaan segera setelah dirasakan adanya keharusan untuk memperbaiki. Menunggu apalagi membiarkan, berarti memancing terjadinya bahaya atau kerusakan yang lebih parah lagi.
c) Teladan yang baik yang dapat ditiru oleh siswa dan guru didalam menghindari dan mencegah kerusakan dapat berupa :
1) Menempatkan kekayaan sekolah dalam suatu keadaan yang “Respectable”.
2) Mengajak dan membimbing anak didik untuk memperbaiki kerusakan kecil yang dapat dilakukan oleh murid sendiri secar kerjasama, di bawah bimbingan guru.
3) Jangan membiarkan kerusakan kecil yang justru dapat mengundang minat pihak lain untuk membuat kerusakan yang lebih besar.
4) Melakukan perbaikan seawal mungkin dengan tidak mengundu-ngundur waktu lebih lama lagi dengan akibat kerusakan makin hebat sehingga kemungkinan sekolah harus diliburkan atau ditutup, disebabkan perbaikan kerusakan berat harus dilakukan.

BAB III
PENUTUP


Adapun kesimpulan yang dapat diambil yaitu :
1. Interaksi adalah kontak atau hubungan timbal balik atau interstimulasi dan respons antar individu, antar kelompok atau antar individu dan kelompok. Atau Interaksi sosial adalah hubungan antar manusia yang menghasilkan suatu proses pengaruh mempengaruhi yang menghasilkan hubungan tetap dan pada akhirnya memungkinkan pembentukan struktur sosial.
2. Adapun jenis – jenis interaksi belajar yaitu : a) jenis dari bahan dan yang menjadi tujuan, b) jenis interaksi belajar dilihat dari jumlah murid.
3. Alat pendidikan adalah segala sesuatu yang digunakan dalam proses pendididkan, baik berbentuk material dan non material. Alat pendidikan non material adalah suatu tindakan dengan sengaja diadakan untuk mencapai suatu tujuan pendidikan. Sedangkan alat pendidikan material adalah berbagai perlengkapan yang digunakan untuk keperluan pelaksanaan proses pendidikan.
4. Adapun bagian- bagian alat pendidikan : a) Sarana pendidikan meliputi (alat bantu pelajaran misalnya benda,zat atau perkakas dilaboratorium, alat atau perkakasdi bengkel keja ), b) Prasarana meliputi ( lahan dan bangunan).


Baca Selengkapnya...

Minggu, 23 Mei 2010

Seri Belajar tenses 16 : Conditional (Past Future) Perfect Continuous / progressive tense

Tense bahasa inggris ke 16 ini digunakan untuk menceritakan tindakan yang akan sudah sedang terjadi pada masa lalu. Past future perfect continuous / progressive tense memiliki persamaan dengan future perfect continuous tense.
Rumus
Positif (+)
Subject + should/would + have + been + verb-ing + object
Negatif (-)
Subject + should/would + not + have + been + verb-ing + object
Tanya (?)
Should/would + subject + have + been + verb-ing + object ?
Contoh – Past Future Perfect Continuous tense :
I would have working in leading companies for 10 years (+)
- Aku akan sudah sedang bekerja di perusahaan ternama selama 10 tahun
I would not have working in leading companies for 10 years (-)
- Aku tidak akan sudah sedang bekerja di perusahaan ternama selama 10 tahun
Would you have working in leading companies for 10 years ? (?)
- apakah kamu akan sudah sedang bekerja di perusahaan ternama selama 10 tahun ?
Berikut latihan Past Future Perfect Continuous tense bahasa inggris. Jika mengalami kesulitan dalam arti kata gunakan kamus bahasa inggris online :
Latihan : terjemahkan kalimat ini kedalam bahasa inggris
1.Sedianya concert itu tengah akan dimulai andaikata artis artis itu datang pada waktunya.
2.Sedianya saya tengah akan tidur andaikata mereka belum datang
3.Andaikata ayah saya telah selesai berbelanja, ibu saya akan memasak makanan itu

Artikel Seri Belajar tenses 16 : Conditional (Past Future) Perfect Continuous / progressive tense ini dipersembahkan oleh Pakar Bahasa Inggris. Kunjungi PakarHipnotis.com Informasi Belajar Hipnotis Mandiri.
Baca Selengkapnya...

Rabu, 19 Mei 2010

Kontak

Bagi anda yang punya makalah, Rpp, Silabus ataupun artikel tentang pendidikan bisa dikirimkan ke alamat email herusulistiawan@ymail.com,,,
Semoga kita bisa memberikan yang terbaik bagi bangsa ini,,, bangsa yang baik adalah yang mampu menghargai jasa para pahlawannya,, termasuk para guru yang merupakan ujung tombak bangsa ini,,, Mari berbagi ilmu ,,,,
Baca Selengkapnya...

Buku Tamu

Halaman ini adalah buku tamu, dimana setiap pengunjung yang telah berkunjung ke blog ilmukitanih.blogspot.com bisa memberikan komentar atau bahkan sekedar tukar link,,,,. Semoga bermanfaat,,,
Terima kasih atas kunjungannya ,,.....
Silahkan meninggalkan komentar jika di perlukan, baik saran, kritik, pertanyaan, atau pesan lainnya,
Baca Selengkapnya...

Selasa, 18 Mei 2010

Seri Belajar tenses 14 : Conditional (Past Future) Continuous / progressive tense

Kita menggunakan Past Future Continuous atau Past Future Progressive tense bahasa inggris ini untuk menceritakan suatu tindakan yang akan sedang terjadi pada masa lalu ( untuk yang sedang terjadi di masa sekarang disebut Future Continuous Tense).
Rumus
Positif (+)
Subject + should/would + be + verb-ing + object
Negatif (-)
Subject + should/would + not + be + verb-ing + object
Tanya (?)
Should/would + subject + be + verb-ing + object ?
Contoh – Past Future Continuous tense :
My brother would be finishing Thesis last week (+)
- Kakakku akan telah sedang menyelesaikan tesis minggu lalu
My brother would not be finishing Thesis last week (-)
- Kakakku tidak akan telah sedang menyelesaikan tesis minggu lalu
Would your brother be finishing Thesis last week? (?)
- apakah kakakmu akan telah sedang menyelesaikan tesis minggu lalu ?
Berikut latihan simple past future continuous tense bahasa inggris. Jika mengalami kesulitan dalam arti kata gunakan kamus bahasa inggris online :
Latihan : terjemahkan kalimat ini kedalam bahasa inggris
1.Saya akan sedang menempuh ujian hari berikutnya pada waktu itu
2.Kami akan sedang membangun rumah itu pada waktu itu
3.Mereka sedang akan bermain babak kedua pada pertandingan sepakbola waktu itu.

Artikel Terkait

Artikel Seri Belajar tenses 14 : Conditional (Past Future) Continuous / progressive tense ini dipersembahkan oleh Pakar Bahasa Inggris. Kunjungi PakarHipnotis.com Informasi Belajar Hipnotis Mandiri.
Baca Selengkapnya...

Senin, 17 Mei 2010

Seri Belajar tenses 15 : Conditional (Past Future) Perfect (simple) tense

Past Future Pefect (simple) Tense digunakan untuk menceritakan tindakan yang akan sudah selesai di masa lalu (silahkan bandingkan perbedaannya dengan Future Perfect Tense)
Rumus
Positif (+)
Subject + should/would + have + been + complement
Subject + should/would + have + verb III + object
Negatif (-)
Subject + should/would + not + have + been + complement
Subject + should/would + not + have + verb III + object
Tanya (?)
Should/would + subject + have + been + complement ?
Should/would + subject + have + verb III + object ?
Contoh – Past Future Perfect tense :
My mother should have been here at nine o’clock tomorrow (+)
- Ibu saya akan sudah berada disini jam 9 besok
My mother should not have been here at nine o’clock tomorrow (-)
- Ibu saya tidak akan sudah berada disini jam 9 besok
Should your mother have been here at nine o’clock tomorrow ? (?)
- Apakah ibu kamu akan sudah berada disini jam 9 besok ?
Mar’i would have worked in leading companies next month (+)
- Mar’I akan sudah bekerja di perusahaan ternama bulan depan
Mar’i will not have worked in leading companies next month (-)
- Mar’I tidak akan sudah bekerja di perusahaan ternama bulan depan
Will Mar’i have worked in leading companies next month ? (?)
- Apakah Mar’I akan sudah bekerja di perusahaan ternama bulan depan ?
Berikut latihan Past Future Perfect tense bahasa inggris. Jika mengalami kesulitan dalam arti kata gunakan kamus bahasa inggris online :
Latihan : terjemahkan kalimat ini kedalam bahasa inggris
1.Jika saya telah mengetahui bahwa kamu sakit, saya akan menemuimu
2.Tom tidak akan mengikuti ujian itu jika dia mengetahui bahwa soalnya akan begitu sulit.
3.Jika saya berjumpa dengan mu, saya akan mengatakan hello
4.Jika saya telah mengumpulakan uang, saya akan menikahi mu
5.Saya akan mengirim surat ini jika kamu telah selesai membuatmya

Artikel Terkait

Artikel Seri Belajar tenses 15 : Conditional (Past Future) Perfect (simple) tense ini dipersembahkan oleh Pakar Bahasa Inggris. Kunjungi PakarHipnotis.com Informasi Belajar Hipnotis Mandiri.
Baca Selengkapnya...

Selasa, 11 Mei 2010

Ilmu Pendidikan sebagai Teori serta Konsep Pengetahuan dan Ilmu pengetahuan

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sadulloh U., dkk, (2009 : 2) mengungkapkan bahwa pedagogik sebagai mata kuliah yang diberikan di UPI merupakan kajian pendidikan, berasal dari kata Yunani “paedos”, yang berarti anak laki-laki, dan “agogos’ artinya mengantar,membimbing. Jadi pedagogik secara harfiah berarti pembantu anak laki-laki pada zaman Yunani kuno, yang pekarjaannya mengantarkan anak majikannya ke sekolah. Kemudian secara kiasan pedagogik ialah seorang ahli, yang membimbing anak kearah tujuan hidup tertentu .
Menurut Prof. Dr. J. Hoogveld (Belanda) yang dikutip oleh Sadulloh U.,dkk, (2009 : 2) pedagogik adalah ilmu yang mempelajari masalah membimbing anakn kearah tujuan tertentu,yaiu supaya ia kelak “mampu sacara mandiri menyelesaikan tugas hidupnya”. Jadi pedagogik adalah Ilmu Pendidikan Anak.
Dalam kehidupan sehari-hari dapat disaksikan seorang ibu menggendong anaknya, menyusui anakya dengan penuh kasih sayang, ayah dengan sabar melayani menjawab pertanyaan-pertanyaan anaknya, mereka bersama-sama membimbing anak mereka dengan penuh kesabaran dan telaten, serta penuh kasih sayang. Ibu dan ayah berusaha membimbing anak-anaknya untuk menjadi anak yang mendiri, bertanggung jawab terhadap dirinya, terhadap masyarakat, dan terhadap Tuhan.
Seorang bapak guru mengajar pelajaran agama di sekolah dasar dengan metoda ceramah dan demonstrasi. bapak guru tersebut tidak sekedar mengajar dalam kelas, dalam arti setelah mengajar dengan langkah cepat bergegas ia meninggalkan kelas, namun ia dengan tekun suka memerhatikan anak didiknya selama diluar kelas. Ia selalu berusaha membantu anak didiknya dalam memecahkan persoalan sekolahnya terutama masalah diluar sekolah. Misalnya ketika mereka berada di lingkungan masyarakat dan masalah-masalah yang terjadi dalam kehidpannya sehari-hari
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa proses tersusun dan terjadinya suatu ilmu pengetahuan berawal dari pengetahuan-pengetahuan yang disusun sacara sistematis dengan metode penelitian tertentu (ilmiah) maka sekumpulan pengetahuan (body of knowledge) tersebut akhirnya berkembang menjadi suatu ilmu pengetahuan.
Seorang guru ketika mengajar untuk mendapatkan hasil belajar yang baik dan memperoleh tujuan yang diharapkan, seorang guru harus memiliki ilmu pendidikan dan ilmu pengetahuan yang maksimal. Ilmu pengetahuan itu dikemas kedalam suatu konsep pengetahuan secara baik dan optimal.
B. Perumusan Masalah
Untuk dapat lebih mengarah dan menempuh tujuan dalam penelitian ini, maka diperlukan beberapa pembatasan masalah. Adapun pembatasan masalah karya tulis ini adalah :
1. Apa maksud dari ilmu pendidikan sebagai teori ?
2. Apa pentingnya teori pendidikan ?
3. Bagaimana teori pendidikan dalam ruang lingkup mikro dan makro ?
4. Apa yang dimaksud dengan konsep pengetahuan ?
5. Bagaimana cara menentukan kebenaran suatu pengetahuan ?
6. Apa pengertian dari ilmu pengetahuan ?
7. Sebutkan klasifikasi ilmu pengetahuan ?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penelitian dalam perumusan karya tulis ini adalah :
1. Untuk memenuhi tugas makalah mata kuliah pedagogika
2. Untuk mengetahui maksud dari ilmu pendidikan sebagai teori
3. Untuk mengetahui pentingnya teori pendidikan
4. Untuk mengetahui teori pendidikan dalam ruang lingkup mikro dan makro
5. Untuk mengetahui tentang konsep pengetahuan
6. Untuk mengetahui cara menentukan kebenaran suatu pengetahuan
7. Untuk mengetahui arti dari ilmu pengetahuan
8. Untuk mengetahui klasifikasi ilmu pengetahuan
D. Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan, berisikan a) latar belakang masalah, b) perumusan masalah, c) tujuan penulisan makalah, d) sistematika penulisan.
Bab II ilmu pendidikan sebagai teori, berisikan: a) pengertian ilmu pendidikan sebagai teori, b) pentingnya teori pendidikan, c) teori pendidikan dalam ruang lingkup mikro dan makro.
Bab II konsep pengetahuan dan ilmu pengetahuan, berisikan: a) konsep pengetahuan, b) menentukan kebenaran suatu pengetahuan, c) pengertian ilmu pengetahuan, d) klasifikasi ilmu pengetahuan.
Bab III, merupakan bab penutup yang berisikan: a) kesimpulan.


BAB II
ILMU PENDIDIKAN SEBAGAI TEORI

A. Pengertian Ilmu Pendidikan sebagai Teori
Istilah ilmu adalah usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia, (tersedia dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu).
Syaripudin (2007 : 30) mengemukakan bahwa pendidikan dalam arti luas adalah hidup. Maksudnya bahwa pendidikan adalah segala pengalaman (belajar) di berbagai lingkungan yang berlangsung sepanjang hayat dan berpengaruh positif bagi perkembangan individu. Dalam arti sempit pendidikan hanya berlangsung bagi mereka yang menjadi siswa pada suatu sekolah atau mahasiswa pada suatu perguruan tinggi. Pendidikan, pada dasarnya adalah proses kumunikasi yang didalamnya mengandung transformasi pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan-keterampilan, di dalam dan di luar sekolah yang berlangsung sepanjang hayat (life long process), dan generasi ke generasi
UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional mengemukakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian dirinya, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa ilmu pendidikan sebagai teori adalah seperangkat pengetahuan tentang pengalaman (belajar) yang dijadikan suatu paham atau pendapat untuk melakukan sesuatu.
B. Pentingnya Teori Pendidikan
Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang hanya dapat dilakukan oleh manusia, memilki lapangan yang sangat luas. Ruang lingkup lapangan pendidikan mencakup semua pengalaman pemikiran manusia tentang pendidikan. Pendidikan sebagai suatu kegiatan manusia, dapat kita amati sebgai suatu praktek dalam kehidupannya, seperti halnya dengan kegiatan manusia yang lain, seperti kegiatan dalam ekonomi, kegiatan dalam hukum,beragam, dan sebagainmya. Disamping itu pula kita dapat mengkaji pendidikan secara akademik, baik secara empiric (pengalaman), yang bersumber dari pengalaman-pengalaman pendidikannya, maupun renungan-renungan, yang mencoba melihat makna pendidikan dalam sutau lingkup yang lebih luas. Yang pertama dapat disebut praktek pendidikan, sedangkan yang kedua disebut teori pendidikan, (Sadulloh U.,dkk, 2007 : 17).
Antara teori dan praktek pendidikan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, memiliki hubungan komplementer (saling melengkapi), saling mengisi satu sama lainnya. Seperti misalnya pelaksanaan-pelaksanaan pendidikan dalam keluarga, pendidikan di sekolah, pendidikan di masyarakat, dapat dijadikan sumber dalam menyusun teori pendidikan, begitu sebaliknya suatu teori pendidikan sangat bermanfaat sebagai suatu pedoman dalam melaksanakan praktek pendidikan (Salam,1996 : 1)
Dalam prakteknya, memang ada orang tidak mengetahui atau mempelajari suatu teori pendidikan, namun ia berhasil membimbing anak-anaknya. Sebaliknya juga dapat terjadi, seorang ahli teori pendidikan (ahli pedagogik, ahli filsafat pendidikan, ahli psikologi pendidikan, dan sebagainya), belum dapat dijamin bahwa ia akan menjdi pendidik yang baik, belum dapat dijamin ia akan berhasil mendidik anaknya sendiri.
Kasus di atas jangan dijadikan alasan bahwa tidak perlu atau tidak ada manfaatnya apabila kita mempelajari teori pendidikan. Dalam hal ini J.H Gunning (Belanda) yang dikutip oleh Sadulloh U.,dkk, (2007 : 18) pernah mengemukakan bahwa “teori tanpa praktek merupakan perbuatan yang amat istimewa (genius), sebaliknya praktek tanpa teori bagi orang gila dan penjahat. Namun menurut Gunning bagi kebanyakan pendidik perlu paduan mesra dari keduanya (teori dan praktek).
Teori pendidikan (dalam hal ini pedagogik), perlu dipelajari secara akademik (secara ilmiah di Perguruan Tinggi), khususnya di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang mmpersiapkan lulusannya untuk menjadi pendidik baik di sekolah maupun di luar sekolah. Sebab kalau tidak dibekali teori pendidikan, jangan sampai terjerumus seperti yang dikemukakan oleh Gunning tadi, dimana perbuatan pendidik (guru) tersebut seperti perbuatan orang yang tidak waras,suatu perbuatan yang tidak berencana, tidak tentu arah tujuannya.
Teori pendidikan harus dipelajari, karena yang akan dihadapi manusia, menyangkut nasib kehidupan dan hidup manusia, akan menyankut harkat derajat manusia serta hak asasinya. Perbuatan mendidik bukan merupakan perbuatn yang semberono, melainkan suatu perbuatan yang harus betul-betul disadarinya, dalam rangka membimbing anak kepada suatu tujuan yang akan dituju, (Salam, 1996 : 2).
Sadulloh U.,dkk, (2007 : 18) mengungkapkan bahwa ilmu pendidikan sebagai teori perlu dipelajari, karena akan memberi beberapa manfaat. Sebagaimana dikemukakan oleh sadullah,dkk berikut ini :
1. Dapat dijadikan sebagai pedoman untuk mengetahui arah serta tujuan mana yang akan dicapai.
2. Untuk menghindari atau sekurang-kurangnya mengurangi kesalahan dalam praktek, karena dengan memahami teori pendidikan, seorang akan mengetahui mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan, walaupun teori tersebut bukan suatu resep yang jitu.
3. Dapat dijadikan sebagai tolak ukur, sampai dimana seseorang telah berhasil melaksanakan tugas dalam pendidikan.
Ilmu pendidikan sebagai teori perlu kita pelajari karena praktek mendidik tanpa didasari oleh teori pendidikan, akan membawa kita kepada kemungkinan berbuat kesalahan. Ilmu pendidikan termasuk salah satu cabang ilmu pengetahuan yang sifatnya praktis. Mengapa demikian ? karena ilmu pendidikan mempelajari dasar-dasar, prinsip-prinsip serta tujuan tentang kegiatan mendidik. Kata “praktis” dalam hal ini, tidak diartikan sebagai lawan teoritis, seperti dalam ucapan “ cara kerja anda kurang praktis”, melainkan ilmu sebagai teori atau konsep tentang perbuatan mendidik kepada manusia. Kata “praktis” berasal dari kata Yunani “prattein” yang berarti “berbuat”. Setiap ilmu pada dasarnya adalah teori, tapi ada teori tentang perbuatan manusia. (jadi ilmu yang sifatnya praktis), dan teori yang tidak ditujukan kepada perbuatan manusia seperti biologi, kimia, fisika, matematika, dsb , (Sadulloh U., dkk, 2007 : 19)
Perbuatan mendidik bukanlah perbuatan sembarangan, karena menyangkut kehidupan dan nasib anak manusia untuk kehidupan selanjutnya, yaitu manusia sebagai makhluk yang bermartabat dengan hak-hak azazinya. Itulah sebabnya, melaksanakan pendidikan merupakan tugas moril yang tidak ringan. Ini berarti, bahwa membuat kesalahan dalam mendidik anak, walaupun tidak sengaja, dan walaupun kecil, tidak dapat kita anggap enteng. Itikad baik pendidik dalam menunaikan tugasnya selalu berusaha untuk mengurangi kesalahan-kesalahan atau membatasi kesalahan-kesalahan seminimal mungkin.
Prof. Sikun Pribadi (1984) yang dikutip oleh Sadulloh U.,dkk, (2007 : 19) mengemukakan tiga golongan kesalahan dalam melaksanakan pendidikan yaitu:
1. Kesalahan-kesalahan teknis, artinya kesalahan yang disebabkan oleh kekurangan keterampilan atau kesalahan dalam cara menerapkan pengertian atau prinsip-prinsip tertentu.
2. Kesalahan-kesalahan yang bersumber pada struktur kepribadian prilaku pendidik sendiri.
3. Kesalahan-kesalahan yang sifatnya konseptual, artinya karena pendidikan kurang mendalami masalah-masalah yang sifatnya teoritis maka perbuatan mendidiknya mempunyai akibat yang tak dapat dibenarkan.
Beberapa contoh kesalahan teknis pendidikan dapat dijelaskan sebagai berikut: seorang yang belum pernah mendapat pelajaran tentang didaktik, atau ilmu mengajar, dalam mengajarnya di kelas sering kurang memperhatikan betapa penting peranan adanya kontak psikologis (kejiwaan-hubungan ruhaniah) antara guru dan murid. Waktu mengajar guru hanya memperhatikan bahan pelajaran saja dan lebih banyak melihat buku catatannya daripada melihat kepada aksi para muridnya. Ia tidak melihat, bahwa ada beberapa murid sedang melamun, sedang menguap, sedang mengobrol atau sedang bermain dengan pesawat handphone. Ia kurang terampil dalam melaksanakan teknik mengajar yang baik. Guru tesebut membuat kesalahan teknis.
Orang tua sering membuat kesalahan dalam melaksanakan pendidikan di lingkungan keluarga. Mereka lebih banyak memberi nasihat yang diagnotis-otoriter secara sepihak, dan tidak memberi kesempatan kepada anak untuk secara terbuka mengmukakan pendaptanya, tidak pernah terjadi diskusi antara orang tua dengan anaknya dalam keluarga tersebut. Dalam hal ini ayah dan ibu membuat kesalahan dalam teknik mendidik.
Pada umumnya kesalahan-kesalahan teknis dalam mendidik dengan akibat-akibat yang merugikan, tidak sukar dibetulkan atau dikoreksi. Dalam hal guru di atas, ia cukup diberi penerangan dan latihan, bagaiman teknik mengajar yang baik itu, misalnya sebelum mengajr dirumah guru harus membuat persiapan mengajar yang sebaik-baiknuya, termasuk alat peraga, sehingga dalam kelas ia tidak perlu lagi setiap kali melihat kepada catatannya. Dengan demikian ia dapat selalu mengadakan kontak dengan kelasnya sambil mngajar, serta ia dianjurkan lebih melibatkan anak-anak, sehingga minat dan perhatian mereka tertuju kepada isi dan penghayatan pengajaran.
Dalam hal ayah atau ibu yang terlampau banyak memberi nasihat dan otoriter, mereka dianjurkan tidak lagi memberi nasehat, melainkan lebih banyak mengambil sikap yang terbuka, ramah dan sabar serta berusaha lebih banyak ngobrol untuk mengakrabkanhubungan antara orang tua dan anak, serta lebih banyak memberi kesempatan kepada anaknya untuk berdiskusi dan mengundangnya untuk bersama-sama mengahayati permasalahan, sehingga anak juga lebih komunikatif dan kooperatif terhadap orang tuanya.
Bentuk kesalahan mendidik yang kedua, ialah kesalahan yang bersumber pada kepribadian pendidik sendiri. Kesalahan ini tidak mudah dibetulkan, karena mengoreksi struktur kepribadian seseorang tidaklah mudah, dan untuk memperbaiki kepribadian dan perilakunya pertama-tama memerlukan kesediaan dan kerelaan yang bersangkutan serta memakan waktu yang lama. Seorang ayah atau ibu, sebagai pendidik, sebaiknya tidak diperkenankan mempunyai sifat yang agresif, mengalami frustasi penuh kecemasan, egoistis (selalu mementingkan diri sendiri), ataupun bersikap deprosif (murung). Sifat-sifat tersebut sangat erat hubungannya dengan masa lampau mereka waktu kecilnya, yaitu waktu mereka sendiri masih jadi anak mengahadapi sikap dan suasana kehidupan keluarga orang tuanya.
Pada umumnya orang tua yang kurang memiliki kondisi psiko-higienis (sehat mental), sehat dalam hal kehidupan kejiwaan dalam rumah tangga yang kurang gembira serta perasaan kurang aman dan tengan. Anak-anak sering mereaksi dengan perilaku yang kurang tenang, gembira dan terbuka serta komunikatif. Kewibawaaan orang tua biasanya juga kurang cukup kuat, sehingga kepatuahan anak-anak menjadi masalah.
Bila orang tua sering bercekcok, suasana rumah akan lebih tegang dan depresif, dan anak-anak kurang merasa aman, sehingga mudah mereaksidengan mudah tersinggung dan kurang terbuka serta kurang akrab dalam pergaulan antara saudara-saudaranya ataupun dengan kawan-kawannya yang sebaya.
Akibat yang ditimbulkan oleh kondisi kehidupan keluarga yang kurang positif biasanya cukup mendalam, dan dapat merambat kepada prestasi belajar yang kurang memuaskan beserta sifat pergaulan sosial yang kuran gsersi. Koreksi terhadap akibat yang negatif tersebut hanya dapat dilaksanakan dengan jalan “counsoling” oleh seorang ahli penyuluh ataupun ahli psikologi klinis berkonsultasi kepada psikolog, serta membutuhkan waktu yang cukup lama. Anak yang akibat negatif itu biasanya harus mengalami proses “re-edukasi” atau proses pendidikan kembali.
Sebenarnya bila seseorang secara sungguh-sungguh mempelajari ilmu pendidikan dari segala aspeknya, ia biasanya lambat laun akan berubah dari dalam, berubah dalam struktur kepribadiannya secara kwalitatif. Ini berarti, bahwa belajar ilmu mendidik, berarti belajar merubah dirinya, sesuai dengan cita-cita dan tujuan yang digambarkan dalam teori pendidikan. Tanpa mengubah diri ia tidak akan dapat menjadi pendidik yang efektif, sama halnya dengan seorang yang ingin jadi ahli dalam psiko-analisa untuk menolong orang yang mengalami kesulitan dalam kehidupan kejiwaan, ia dalam pendidikan harus mengahayati dulu proses psiko-analisa dalam dirinya selama beberapa tahun. Jika tidak, ia taidfak akan jadi ahli psiko-analisa yang efektif, karena dalam proses psiko-terapi (pengobatan dengan cara atau proses psikologis) ada gejala yang disebut “transference”, artinya ahli psiko-terapi akan memancarkan suasana kejiwaan yang mempengaruhi kejiwaan kliennya.
Dalam kesalahan mendidik menurut jenis ketiga ialah kesalahan konseptual, yaitu dalam menjalankan proses pendidikan, pendidik kurang menyadari, bahwqa kesalahannya dapat mempunyai akibat yang mendalam pada anak didik. Di bawah ini beberapa contoh kesalahan mendidik yang sifatnya konseptual yaitu:
1. Pada umumnya orang tua kurang menyadari, bahwa lima tahun yang pertama dalam kehidupan anak, merupakan dasar bagi perkembangan kejiwaan dan nasib kehidupan selajutnya.
2. Banyak orang tua mengira, bahwa proses mendidik itu harus dilakukan dengan banyak memberi nasehat, dan setiap kesalahan pada anak harus dihukum. Hukumanlah yang memperbaiki kepribadian anak.
3. Pada umumnya orang tua menganggap, bahwa jika anak itu merupakan suatu “ wadah” yang harus diisi dengan ilmu. Makin banyak ilmu yang diisikan dengan cara mengahafal, makin baik anak itu, sehingga terbuat jalan untuk mencapai sukses dalam hidup.
4. Sering dalam rangka kehidupan kelurga, sang suami berpendapat, bahwa sebagian besar pendidikan anak-anak harus harus dilaksanakan oleh isterinya sebagai ibu anak-anak.

C. Pendidikan dalam Ruang Lingkup Mikro dan Makro
1. Pengertian Pendidikan dalam Ruang Lingkup mikro dan Makro
Pendidikan dalam ruang lingkup mikro artinya mengkaji pendidikan yang dilaksanakan dalam skala kecil. Sedangkan pendidikan dalam ruang lingkup makro artinya mengkaji pendidikan yang dilaksanakan dalam skala besar , (Sadulloh U., dkk, 2007 : 23).
Seperti telah dikemukakan dimuka bahwa lapangan pendidikan merupakan wilayah yang sangat luas menyangkut pengalaman dan pemikiran manusia dalam pendidikan pernyataan tersebut melihat pendidikan merupakan kegiatan manusia yang sangat luas, jadi ini dilihat dari lingkup mikro. Pendidikan yang dilakukan secara nasional dengan segala perangkat aturannya seperti Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional, pendidkan mencakup pendidikan sekolah dan luar sekolah, berlangsung seumur hidup, hal tersebut melakukan tinjauan pendidikan secara makro (besar)
Disamping kita mengkaji pendidikan dalam sekala luas, kita bisa mempelajari pendidikan dalam sekala kecil, misalnya pendidikan dalam kelurga saja, pendidikan di sekolah saja (misalnya kita hanya terfokus mengkaji pendidikan di SD saja, atau SMP saja), hal tersebut merupakan suatu kajian pendidikan dalam sekala mikro (kecil).
2. Pengelompokkan Kajian Pendidikan Mikro dan Makro
Menurut Sadulloh U.,dkk, (2007 : 23) pengelompokan kajian pendidikan secara mikro dan makro tersebut dapat dilihat dari dua segi, yaitu:
a. Manusia sebgai individu dan sebagai anggota masyarakat
Manusia sebagai individu ia hidup bersama-sama di masyarakat, hidup bersama dengan orang banyak di luar dirinya. Antara individu dan masyarakat bagi seorang manusia tidak dapat dipisahkan satu sama lain, artinya individu tak mungkin berkembang dengan sebaik-baiknya, bahkan individu tak mungkin hidup, tanpa dibantu oleh dan hidup bersam dengan orang lain. Havigurst mengatakan bahwa manusia tidak akan manjadi manusia kalau ia tidak hidup bersama dengan dan dalam masyarakat
Suatu masyarakat tak mungkin ada tanpa adanya anggota-anggota masyarakat atau individu-individu yang hidup di dalamnya sering juga suatu masyarakat dapat maju karerna jasa-jasa orang-orang tersebut yang pernah memimpin masyarakat itu atau yang pernah memberikan sumbangannya dimana individu itu hidup dan bekerja. individu dan masyarakat tak dapat dipisahkan satu sama lain, dan saling membutuhkan. Kedua aspek manusia yang saling berlawanan sifatnya, indiividu merupakan makhluk yang unik, artinya tidak ada manusia yang sama, dia berbeda antara individu yang satu dengan yang lainnya, inilah sutau difat manusia yang disebut individualitas.
Dari faktor-faktor tentang kehidupan manusia sebagai individu dan sebagai makhluk yang bermasyarakat, seperti yang dijelaskan diatas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa pendidikan tak mungkin lengkap bila hanya ditujukan kepada anak-anak sebagai perorangan, melainkan perlu juga diusahakan pendidikan yang ditujukan kepada kelompok-kelompok anak, seperti yang terjadi dalam kelas dalam lingkungan sekolah serta dalam kehidupan kepramukaan.
Kedua jenis pendidikan, yaitu pendidikan individual, yang dapat disebut pendidikan dalam ruang lingkup mikro, dan pendidikan kelompok (group), yang dapat disebut pendidikan dalam ruang lingkup makro, saling melengkapi.
1). Pendidikan Individual
Jika kita ringkas dalam periode pra-sekolah ini sang anak ( yang biasanya disebut kanak-kanak setelah dapat berjalan) mendapat bimbingan individu dalam lingkungan keluarga, oleh ayah dan ibu dan kakak-kakaknya. Pembinaan jasmani dan rohani meliputi: a) keterampilan motorik; merangkak, berjalan, berlari-lari, atau mempergunakan tangannya untuk memegang, melempar, merusakkan, membangun, dsb, b) latihan pengamatan dengan berbagai alat dia seperti yang disebut di atas, c) perkembangan bahasa, d) pergaulan sosial (dengan orang tua, saudara-saudaranya, dan teman-teman tetangganya), e) latihan mental/berpikir, walaupun masih dalam bentuk yang sangat sederhana (menghitung dengan jari, menyebut nama-nama barang, berdialog secara sederhana dengan orang tua, identifikasi gambar-gambar, huruf dan angka), f) pembinaan kehidupan emosional (sangat bergantung kepada suasana kejiwaan yang diciptakan orang tua kakak-kakak anak, g) kadang-kadang anak belajar menahan diri, misalnya bila meminta sesuatau kepada orang tuanya, sedengkan orang tuanya tidak selalu segera meluluskannya, dan h) segi pendidikan etis membedakan antara yang baik dan tidak baik juaga mulai ikut diaktifkan, orang tua kadang-kadang melarang perbuatan sesuatau, misalnya jika mengambil kueh, harus minta izin dahulu, jangan suka berbohong atau mengambil tanpa setahu/seizin ibu, dsb. Jika mempunyai adik bantulah ibu mengganti popok adik, disini anak belajar tolong-menolong.
2). Pendidikan Kelompok
Pendidikan yang dilaksanakan dalam kelompok, misalnya pendidikan di sekolah, pendidikan pramuka, dan sebagainya, dalam bentuk makro, seperti telah dikemukakan di atas, kita jumpai dalam lingkungan sekolah dan kepramukaan.
Menurut Sadulloh U.,dkk, (2007 : 26) ada beberapa alasan mengapa kita menyelenggarakan pendidikan sekolah (yang disebut pendidikan formal, baik swasta maupun oleh pemerintah ialah sebagai berikut : a) orang tua kurang mampu memberikan pendidikan lanjutan setelah pendidikan dilingkungan keluarga, karena pendidikan formal di sekolah membutuhkan banyak tenaga ahli yang khusus dididik untuk itu. Lebih-lebih bila telah diperinci mengenai berbagai jenis pelajaran keterampilan, b) pendidikan sekolah relatif lebih mahal dibandingkan dengan pendidikan keluarga, Karena mempergunakan tenaga ahli beserta alat-alat pendidikan yang diperlukan, c) dengan menghimpun anak-anak dalam satu kelas (dengan sistem kenaikan kelas dalam kesatuan oraganisasi) kesukaran tersebut dalam a dan b di atas dapat diatasi, d) sudah waktunya anak-anak yang tergolong dalam kelompok umur sekolah (school age group) diberikan pendidikan dalam kelompok, karena disitu anak-anak (murid-murid) telah mulai belajar hidup bermasyarakat, hidup bersama, saling membantu, mengerjakan tugas bersama-sama, belajar patuh kepada guru memberikan tugas-tugas yang dikontrol setiap hari, belajar patuh kepada atasan yang diserahi tugas memimpin suatau organisasi (persekolahan), e) belajar dalam kelompok berbagai ilmu dan menyelesaikan tugas jauh lebih efisien dari pada belajar secara individual, f) oleh karena sistem sekolah terikat oleh peraturan-peraturan demi ketertiban (penyesuaian tugas-tugas) pekerjaan rumah, datang jangan terlambat, alat-alat pelajaran dan pakaian yang tertib, anak didik untuk menyelesaikan tugas-tugas dan membiasakan menyenangi pekerjaan, dan g) dalam sekolah ada penekanan pada pendidikan intelektual (pikiran). Hal ini penting, karena dalam kenyataanya kehidupan bermasyarakat dan bernegara, kemampuan intelektual atau kemampuan berpikir, memainkan peranan yang sangat penting, karena perkembangan masyarakat temasuk kehidupan ekonomi dan teknologi sangat bergantung kepada kemampuan berfikir kreatif warga masyarakatnya.
Berhubung dengan pentingnya peranan pendidikan sekolah untuk pembangunan, maka pemerintah mengembangkan dan mengatur seluruh pendidikan sekolah dalam sistem pendidikan nasional, yang bertalian dengan pembangunan.
3. Pendidikan Mikro dan Makro dilihat dari Tanggung Jawab Pendidikan
a. Tanggung Jawab Keluarga
Pendidikan mikro sebagai upaya pendidikan untuk mendewasakan anak, sepenuhnya merupakan tanggung jawab keluarga. Sekolah (sampai SMA), pendidikan usia dini (play group:kelompok bermain), atau bentuk-bentuk lainnya, merupakan pendidikan mikro sebagai wakil keluarga dalam melaksanakan upaya pendidkannya. Tanggung jawab pendidikan dalam tatanan mikro ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab keluarga (ayah dan ibu). Anak masuk Play Group, masuk TK, masuk SD, sampai SMA, anak mengikuti kegiatan Pramuka, Palang Merah Remaja, kesemuanya itu adalah ayah dan ibu yang harus bertanggung jawab bagi pendidikan anaknya. Keluargalah yang paling bertanggung jawab secara moral, spiritual, dan fisik material untuk mendewasakan anak.
b. Tanggungjawab Bersama
Tanggung jawab pendidikan arti luas merupakan tanggung jawab bersama dari semua pihak, yaitu keluarga masyarakat, dan pemerintah, sesuai dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (pasal 7 sampai dengan pasal 11).


BAB III
KONSEP PENGETAHUAN DAN ILMU PENGETAHUAN

A. Konsep Pengetahuan
Konsep merupakan peta perencanaan untuk masa depan sehingga bisa dijadikan pedoman dalam melangkah ke depan, .(tersedia dalam http://id.wiwkipedia.org/wiki/konsep).
Menurut Sadulloh U.,dkk, (2007 : 30) alam pandangan umum ilmu atau ilmu pengetahuan sering diartikan sebagai sesuatu yang kita kenal atau kita ketahui mengenai suatu hal atau objek. Kita mengetahui suatu hal tersebut diperoleh dari pengalaman dalam kehidupan sehari-hari, baik bersumber dari pengalaman kita sendiri dalam mengatasi masalah yang dihadapi dalam kehidupan keseharian atau informasi atau ceritera orang lain dari kebiasaan atau adat istiadat.
Sebagai contoh misalnya kita mengetahui bahwa arah jalan dari suatu tempat ketempat lain dari suatu kampong ke kampong tertentu, karena jalan tersebut pernah kita lalui sebelumnya atau ditunjukkan oleh orang lain setelah kita bertanya kepadanya. Pernyataan tersebut menurut pandangan akademik bukalah suatu pengetahuan atau ilmu pengetahuan, melainka hanya informasi yang sering disebut pengetahuan.
Maka dapat disimpulkan bahwa konsep pengetahuan adalah ide, beberapa pengertian atau juga gambaran mental tentang objek atau segala sesuatu yang kita amati dan akhirnya diketahui secara sadar sebagai pengetahuan.

B. Menentukan Kebenaran suatu Pengetahuan
Menurut Sadulloh U.,dkk, (2009 : 45) yang mengatakan bahwa kaum pragmatis terutama Dewey tidak membedakan antara pengetahuan dan kebenaran, oleh karena itu pengetahuan harus benar, kalau tidak benar akan menjadi kontradiktif.
Sadulloh U.,dkk, (2009 : 45) mengemukakan tiga teori tentang kebenaran yang dapat dijadikan acuan untuk menentukan kebenaran itu apakah benar atau salah, yaitu:
1. Teori Korespondensi (correspondence theory)
Menurut teori korespondensi kebenaran merupakan persesuaian antara fakta dan situasi nyata. Kebenaran merupakan persesuaian antara pernyataan dalam pikiran dengan situasi lingkungannya. Teori ini paling diakui oleh realis.
Saya berpendapat bahwa Jakarta merupakan ibukota Republik Indonesia. Pendapat saya benar bukan karena persesuaian dengan pendapat orang lain, namun karena pendapat saya bersesuaian dengan kenyataan sebenarnya. Ini merupakan ciri ilmuwan yang selalu mencek atau mengontrol pikiran-pikirannya dengan data-data atau penemuan-penemuan.
2. Teori Koherensi (coherence theory)
Menurut koherensi, kebenaran bukan merupakan persesuaian antara pikiran dengan kenyataan, melainkan kesesuaian secara harmonis antara pendapat/pikiran kita dengan pengetahuan kita yang dimiliki. Teori ini umumnya diakui oleh golongan idealis seperti Plato, Hegel, Brandley dan Royce.
Pengertian persesuaian dalam teori iini berarti konsistensi yang merupakan cirri logis hubungan antara pikiran-pikiranyang telah kita miliki satu dengan yang lain. Kalau kita menerima pengetahuan baru, karena pengetahuan tersebut sesuai dengan pengetahuan yang kita miliki.
Terdapat sejumlah kritik yang dilontarkan terhadap teori koherensi diantaranya dalam kenyataan kehidupan kita tidak membangun sistem keterpaduan yang salah. Teori koherensi tidak dapat membedakan antara kebenaran yang konsisten dengan kekeliruan yang konsisten. Banyak sistem pada masa lampau secara logis konsisten, tetap secara fakta ternyata kemudian salah. Sebagai contoh pertentangan antara sistem geometris dengan sistem heliosentris telah menimbulkan korban ilmuwan besar seperti Galileo. Kritik selanjutnya adalah teori ini dinyatakan bersifat rasionalistis dan intelektualistis, dan hanya mementingkan hubungan-hubungan logis antar dalil-dalil. Sebgai akibatnya. Teori ini gagal memperlengkapi tes/pengujian yang memadai terhadap pikiran dari pengalaman sehari-hari. Teori ini hanya cocok untuk matematika murni. Sedangkan untuk menguji kebenaran fakta teori ini tidak bisa diandalkan.
3. Teori Pragmatisme (pragmatisme theory)
Teori pragmatisme berpandangan bahwa kebenaran tidak bisa bersesuaian dengan kenyataan, sebab kita hanya bisa mengetahui dari pengalaman kita saja. Menurut pragmatisme tidak ada kebenaran yang mutlak dan abadi. Kebenaran itu dibuat dalam proses penyesuaian manusia dalam kehidupannya yang selalu berkembang dan berubah.

C. Pengertian Ilmu Pengetahuan
Sadulloh U.,dkk, (2009 : 32) mengatakan bahwa pengertian ilmu yang pertama biasanya digunakan dalam konteks akademis, sedangkan pengertian ilmu yang kedua biasanya digunakan oleh kalangan awam.
Ilmu dalam konteks akademis hanya membahas segala sesuatu yang nyata yang faktanya terjangkau dan dapat disentuh oleh pengalaman inderawi manusia. Oleh karena itu ilmu dalam konteks akademik tidak sama dengan ilmu dengan ilmu yang biasa digunakan oleh orang awam.
Selanjutnya Sikun Pribadi (1972) yang dikutip Sadulloh U.,dkk, (2007 : 33) mengemukakan sebagai berikut:
“objek ilmu pengetahuan ialah dunia fenomenal, dan metode pendekatannya ialah berdasarkan pengalaman (experience) dengan mempergunakan berbagai cara, seperti observasi, eksperimen, survey, study kasus, dan sebagainya. Pengalaman-pengalaman itu diolah oleh pikiran atas dasar hukum logika yang tertib. Data yang dikumpulkan diolah dengan cara analitis, induktif, kemudian ditentukan relasi-relasi antara data-data. Diantaranya relasi kausalitas. Konsepsi-konsepsi dan relasi disusun menurut suatu sistem tertentu yang merupakan suatu keseluruhan yang terintegritatif. Keseluruhan integritatif ini kita sebut ilmu pengtahuan”.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, maka dapat diperoleh gambaran yang jelas tentang apa yang dimaksud ilmu pengetahuan atau ilmu. Pada dasarnya ilmu pengetahuan merupakan seperangkat atau sejumlah pengetahuan yang disusun menurut suatu sistem berpikir kritis dan teratur dengan tujuan untuk memperoleh pemahaman tentang suatu hal atau masalah agar masalah-masalah tersebut dapat dicari solusinya, terutama alasan mengapa hal itu terjadi, sehingga pada akhirnya manusia dapat meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik.
Kemudian Sadulloh U.,dkk, (2007 : 34) menyimpulkan bahwa pengetahuan ilmiah itu diperoleh dengan cara observasi, eksperimen, klasifikasi dan analisa. Ilmu dikembangkan melalui kegiatan berpikir krits, yaitu kegiatan berfikir melalui tahap-tahap penetapan problema dalam bidang ilmu yang bersangkutan, kemudian ilmu dikaji melalui hipotesa (dugaan beserta argumentasi), kemudian disusul dengan tahap pengujian hipotesis tersebut secara empiris dan akhirnya penarikan kesimpulan berupa generalisasi, prinsip hukum, rumus dan sebagainya.
D. Klasifikasi Ilmu Pengetahuan
Munculnya klasifikasi ilmu pengetahuan didasari oleh perkembangan masalah yang dihadapi manusia, sehingga melakukan upaya untuk memecahkannya dan mencari solusi atas masalah tersebut.
Berdasarkan pernyataan Sadulloh U.,dkk, (2007 : 34) yang dikutip dari The Lian Gie (1987 : 14) ilmu dibagi berdasarkan isi pengetahuan, dan ada pula yang mengklasifikasinya berdasarkan sifat pengetahuan dari ilmu.
Sadulloh,dkk (2007: 34) mengemukakan klasifikasi ilmu berdasarkan isi pengetahuannya dan jenisnya. Berdasarkan isi pengetahuannya ilmu dikalsifikasi menjadi tiga kelompok, yaitu;
1. Ilmu-ilmu kealaman (natural science) seperti : Fisika, kimia, Biologi dan Astronomi.
2. Ilmu-ilmu sosial (social science) misalnya sosiologi, ekonomi, politik, sejarah, ilmu pendidikan, dan sebagainya.
3. Ilmu-ilmu kemanusiaan (humanities) contohnya : filsafat, bahasa, dan seni.
Berdasarkan jenisnya ilmu pengetahuan dikelompokkan kedalam matematika ilmu (murni), ilmu-ilmu kealaman (natural science), ilmu-ilmu sosial (social sciece), ilmu-ilmu tingkah laku (behavioral science), dan kelompok-kelompok ilmu-ilmu kemanusiaan (humaniors).
Berdasarkan sifat pengetahuannya (ragam, atribut) ditemukan klasifikasi ilmu oleh Majid Noor yang dikutip oleh Sadulloh U.,dkk, (2007 : 35) sebagai berikut:
1. Karl Pearson : mengelompokkan ilmu menjadi dua yaitu:
a. Abstract science terdiri atas matematika dan filsafat
a. Concrete sciencec mencakup fisika, biologi, kimia dan sebagainya.
2. Wilham C.Kneale mengelompokkan ilmu menjadi:
a. Apriori science : matematika dan filsafat
b. Aposteriori science ; fisika, sosiologi, ekonomi dan sebagainya.
3. Wilson Gee mengelompokkan ilmu menjadi:
a. Descriptive sciences : psiklogi, sosiologi dan sebagainya.
b. Normative sciences : ilmu pendidikan dan filsafat
4. Rudolf carnapp :
a. Formal scienes : matematika
b. Factual sciences : fisika
5. Wilhem Windelband
a. Nomothetic sciences : fisika dan kimia
b. Idiografic sciences : ilmu pendidikan dan sosiologi

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan kajian teoritis dan pembahasan masalah diatas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Ilmu pendidikan sebagai teori adalah seperangkat pengetahuan tentang pengalaman (belajar) yang dijadikan suatu paham atau pendapat untuk melakukan sesuatu.
2. Teori pendidikan harus dipelajari, karena yang akan dihadapi manusia, menyangkut nasib kehidupan dan hidup manusia, akan menyankut harkat derajat manusia serta hak asasinya. Perbuatan mendidik bukan merupakan perbuatn yang semberono, melainkan suatu perbuatan yang harus betul-betul disadarinya, dalam rangka membimbing anak kepada suatu tujuan yang akan dituju. Karena ketika kita aka memaparkan sebuah teori kita harus memiliki ilmu pendidikan.
3. Pendidikan dalam ruang lingkup mikro artinya mengkaji pendidikan yang dilaksanakan dalam skala kecil. Sedangkan pendidikan dalam ruang lingkup makro artinya mengkaji pendidikan yang dilaksanakan dalam skala besar. Tanggung jawab pendidikan mikro adalah tanggung jawab orang tua sedangkan tanggung jawab pendidikan makro adalah tanggung jawab bersama atau semua pihak mulai dari keluarga, masyarakat dan pemerintah.
4. Konsep pengetahuan adalah ide, beberapa pengertian atau juga gambaran mental tentang objek atau segala sesuatu yang kita amati dan akhirnya diketahui secara sadar sebagai pengetahuan. Menentukan suatu kebenaran pengetahuan bisa dilakukan dengan tiga teori. Pertama Teori Korespondensi, kedua Teori Koherensi, dan ketiga Teori Pragmatisme.
5. Ilmu pengetahuan merupakan seperangkat atau sejumlah pengetahuan yang disusun menurut suatu sistem berpikir kritis dan teratur dengan tujuan untuk memperoleh pemahaman tentang suatu hal atau masalah agar masalah-masalah tersebut dapat dicari solusinya, terutama alasan mengapa hal itu terjadi, sehingga pada akhirnya manusia dapat meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik. Pengetahuan ilmiah itu diperoleh dengan cara observasi, eksperimen, klasifikasi dan analisa.
6. Untuk lebih mudah mempelajari ilmu pengetahuan maka ilmu pengetahuan dibagi berdasarkan isi pengetahuan, sifat pengetahuannya, dan sifat pengetahuan.


DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas RI.(2003).Undang-undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.Jakarta:Depdiknas

http://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu
http://id.wiwkipedia.org/wiki/konsep
Salam, Burhanuddin., (1996), Pengantar pedagogik, Bandung : Rineka Cipta
Sadulloh,dkk., (2007), Pedagogik, Bandung : Upi Press
Sadulloh,dkk., (2009), Pengantar Pedagogik, Bandung : Upi Press
Syaripudin, Tatang., (2007), Landasan Pendidikan, Bandung: Percikan ilmu.



Download aja makalahnya disini





Baca Selengkapnya...

Senin, 03 Mei 2010

Program Pembelajaran Terpadu Lintas Kurikulum Bahasa Indonesia dengan Ilmu Pengetahuan Alam

Program Pembelajaran Terpadu Lintas Kurikulum Bahasa Indonesia dengan Ilmu Pengetahuan Alam
a. Kemampuan berbahasa.
Menulis wacana dengan huruf tegak bersambung.
b. Indikator hasil belajar
Siswa dapat menulis dengan huruf tegak bersambung.
c. Tema
Lingkungan hidup
d. Bahan Pembelajaran
Berbentuk wacana huruf cetak kemudian diubah menjadi huruf tegak bersambung dengan judul Gerakan Menanam Pohon.
Di lingkungan sekitarku banyak pepohonan yang menghiasi setiap rumah. Para warga telah diberikan penyuluhan oleh kepala RW akan pentingnya kepedulian kita terhadap lingkungan, salah satunya adalah program gerakan menanam pohon. Para warga dilingkungan sekitarku sangat antusias dengan program ini. Mereka telah melakukan menanam pohon secara serempak dihalaman rumah masing-masing, dan dipinggir jalan. Sejak gerakan menanam pohon telah dilakukan, kini dilingkungan rumahku sangat asri dan sejuk. Warna-warna hijau pada pohon-pohon memberikan nuansa yang sangat indah bagi yang melihatnya.

Di lingkungan sekitarku banyak pepohonan yang menghiasi setiap rumah. Para warga telah diberikan penyuluhan oleh kepala RW akan pentingnya kepedulian kita terhadap lingkungan, salah satunya adalah program gerakan menanam pohon. Para warga dilingkungan sekitarku sangat antusias dengan program ini. Mereka telah melakukan menanam pohon secara serempak dihalaman rumah masing-masing, dan dipinggir jalan. Sejak gerakan menanam pohon telah dilakukan, kini dilingkungan rumahku sangat asri dan sejuk. Warna-warna hijau pada pohon-pohon memberikan nuansa yang sangat indah bagi yang melihatnya.
e. Langkah-langkah pembelajaran
1. Menyimak pembacaan wacana
2. Menyimak cara penulisan huruf tegak bersambung
3. Mengubah huruf cetak dalam wacana menjadi huruf tegak bersambung
f. Teknik/Metode
1. Penugasan
2. Simak, tuliskan
3. Demonstrasi
4. Tanya jawab
5. Ceramah
g. Media/Sarana Pembelajaran
1. Lembar berisi wacana dengan huruf cetak dan tegak bersambung
2. Gambar pohon
3. Demonstrasi penulisan huruf tegak bersambung
4. Buku-buku yang relavan.
h. Alokasi waktu
2x30 menit
i. Penilaian hasil belajar
Meliputi penulisan huruf tegak bersambung, kelancaran dalam menulis, dan kerapihan tulisan huruf tegak bersambung.
Wacana

Makanan Empat Sehat Lima Sempurna
Empat Sehat Lima Sempurna adalah makanan yang biasa dimakan orang setiap hari. Makanan empat sehat lima sempurna terdiri dari bahan makanan pokok, berupa nasi, gandum, jagung, dan sebagainya. Lauk-Pauk contohnya tempe, tahu, telur, ikan, dan lain-lain. Syur-mayur misalnya bayam, kacan panjang, kangkung, dan lain-lain. Buah, misalnya jeruk, apel. Mangga, nanas dan lain-lain. Dan terakhir adalah susu. Untuk mewujudkan hidup sehat mari kita atur pola makan yang sehat kawan!


Baca Selengkapnya...

Alat-alat Pendidikan, Karakteristik Alat Pendidikan, Jenis Alat Pendidikan, Penggunaan Alat Pendidikan

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting dalam kehidupan karena pendidikan adalah suatu proses untuk mendewasakan manusia. Atau dengan kata lain pendidikan merupakan suatu upaya untuk “memanusiakan” manusia. Melalui pendidikan manusia dapat tumbuh dan berkembang secara wajar dan “sempurna” sehingga ia dapat melaksanakan tugasnya sebagai manusia. Pendidikan dapat mengubah manusia dari yang asalnya tidak tahu menjadi tahu, asalnya tidak baik menjadi baik. Sedemikian pentingnya nilai pendidikan bagi manusia, maka keharusan untuk mendapatkannya pun adalah suatu keharusan. Hal ini sebagaimana dikatakan Sadulloh U. (2009:9) bahwa pendidikan itu merupakan suatu keharusan bagi manusia karena pada hakekatnya manusia lahir dalam keadaan tidak berdaya dan tidak langsung dapat berdiri sendiri, dapat memelihara dirinya sendiri. Manusia pada saat lahir sepenuhnya memerlukan bantuan orang tuanya. Karena itu pendidikan merupakan bimbingan orang dewasa mutlak diperlukan manusia.
Pentingnya manusia mendapatkan pendidikan sangat diperhatikan pula dalam pandangan Islam. Hal demikian terbukti dengan banyaknya ayat dan hadits yang menyinggung masalah ini. Salah satu di antaranya adalah adanya sabda Nabi Muhammad saw yang menjelaskan bahwa mendapatkan ilmu itu merupakan suatu kewajiban perorangan.
Rasulullah saw bersabda:
“Menuntut ilmu itu diwajibkan atas tiap orang Islam” (HR. Ibnu Barri).
Pendidikan pada dasarnya mendidik hati nurani supaya tetap tumbuh dan berkembang sesuai fitrah dari Allah serta dapat menjalankan fungsinya sebagai penengah atau pengendali nafsu dan akal.
Pendidikan itu sendiri memiliki beberapa pengertian berdasarkan sudut pandang para pakar yang membuat beberapa rumusan definisi bagi pendidikan. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:
Syaripudin T. (2007 : 21) membuat rumusan definisi bahwa dalam arti luas pendidikan adalah hidup. Maksudnya bahwa pendidikan adalah segala pengalaman (belajar) di berbagai lingkungan yang berlangsung sepanjang hayat dan berpengaruh positif bagi perkembangan individu. Sedangkan, dalam arti sempit pendidikan hanya berlangsung bagi mereka yang menjadi siswa pada suatu sekolah atau mahasiswa pada suatu perguruan tinggi (lembaga pendidikan formal).
Sementara itu Menurut John Dewey pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fondamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia.
Menurut SA. Bratanata dkk pendidikan adalah usaha yang sengaja diadakan baik langsung maupun dengan cara yang tidak langsung untuk membantu anak dalam perkembangannya dalam mencapai kedewasaan.
Senada dengan S.A Branata, Menurut Rousseau pendidikan adalah memberi kita perbekalan yang tidak ada pada masa kanak-kanak, akan tetapi kita membutuhkannya pada waktu dewasa.
Lutan R. (1994) mengungkapkan bahwa pendidikan pada hakekatnya tetap sebagai proses membangkitkan kekuatan dan harga diri dari rasa ketidakmampuan, ketidakberdayaan, keserbakekurangan.
Muchtar HJ. (2005:14) Pendidikan adalah segala usaha yang dilakukan untuk mendidik manusia sehingga dapat tumbuh dan berkembang serta memiliki potensi atau kemampuan sebagai mana mestinya.
Dari beberapa definisi para pakar di atas terungkap bahwa pendidikan merupakan suatu proses usaha dari orang dewasa untuk memberikan bantuan dan bimbingan kepada anak yang belum dewasa menuju kedewasaannya. Menurut Muhtar HJ. (2005:14) ada tiga unsur utama yang harus terdapat dalam proses pandidikan yaitu:
1. Pendidik (orangtua, guru/ustadz/dosen/ulama/pembimbing)
2. Peserta didik (anak/santri/mahasiswa/mustami)
3. Ilmu atau pesan yang disampaikan (nasihat, materi pelajaran/ kuliah/ceramah/bimbingan)
Selain itu ada tiga unsur lain sebagai pendukung atau penunjang dalam proses pendidikan agar mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu:
1. Tersedianya sarana prasarana yang memadai, yaitu berupa ruangan, bangunan atau tempat tertentu misalnya ruangan kelas, bangunan sekolah, perpustakaan, masjid, laboratorium, museum, koperasi, dan lain sebagainnya.
2. Metode yang menarik. Sehubungan itu dianjurkan agar menggunakan metode yang menarik perhatian peserta didik. Misalnya dalam pemberian nasehat atau ceramah diselingi oleh kisah-kisah para Nabi, sahabat, atau orang-oarng salih. Juga hendaknya jangan hanya menggunakan satu metode saja, tapi gunakan juga metode-metode yang lainnya. Lebih baik lagi apabila dengan disertai menggunakan alat praga.
3. Pengelolaan/ manajemen yang profesional. Untuk mencapai hasil pendidikan sesuai yang diharapkan maka diperlukan pengelolaan atau manajemen yang profesional. Ketertinggalan –sebagian- umat Islam dalam bidang pendidikan pada masa sekarang ini disebabkan karena kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas tinggi, kurangnya kemampuan dalam hal finansial/keuangan dan kurangnya pengelolaan atau manajemen yang profesional.
Berdasarkan pernyataan di atas maka proses dalam pendidikan itu adalah bagaimana seorang pendidik dapat menyampaikan ilmu atau pesan kepada peserta didiknya. Penyampaian ilmu atau pesan tersebut membutuhkan adanya alat atau sarana demi tercapainya tujuan pendidikan. Alat atau sarana yang dapat menunjang tercapainya suatu tujuan pendidikan tersebut dinamakan alat pendidikan. Mengingat bahwa alat pendidikan tersebut begitu penting dalam usaha penyampaian ilmu atau pesan bagi seorang pendidik, maka pemahaman tentangnya menjadi sangat mendasar bagi seorang pendidik. Dengan alasan inilah penulis terdorong untuk menulis makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud alat-alat pendidikan?
2. Apa saja karakteristik alat pendidikan?
3. Apa saja jenis-jenis alat pendidikan?
4. Apa saja jenis dan kegunaan alat pendidikan?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini antara lain:
1. Dapat mengetahui pengertian alat-alat pendidikan.
2. Dapat mengetahui jenis-jenis alat pendidikan.
3. Dapat mengetahui karakteristik alat pendidikan.
4. Dapat mengetahui jenis dan kegunaan alat pendidikan.
D. Sistematika Penulisan
Makalah ini diawali dengan bab pendahuluan dan diakhiri bab kesimpulan. Secara lengkapnya adalah sebagai berikut:
Bab I merupakan bab pendahuluan yang berisikan: a) latar belakang, b) rumusan masalah, c) tujuan penulisan, dan d) sistematika penulisan.
Bab II berisikan kajian yang berkaitan dengan interaksi pedagogis antara pendidik dan peserta didik, meliputi: a) pengertian alat-alat pendidikan, b) jenis-jenis alat pendidikan, c) karakteristik alat pendidikan, dan d) jenis dan kegunaan alat pendidikan.
Bab III berisikan kesimpulan.


BAB II
ALAT-ALAT PENDIDIKAN
A. Alat Pendidikan
Alat pendidikan berperan penting dalam proses belajar mengajar untuk mewujudkan tujuan pendidikan yang sesuai dengan harapan. Peran alat pendidikan perlu dikembangkan secara optimal agar menunjang kelancaran proses pendidikan.
Ahmadi (1991:140) menyatakan bahwa alat pendidikan adalah hal yang tidak saja memuat kondisi-kondisi yang memungkinkan terlaksananya pekerjaan mendidik, tetapi alat pendidikan itu telah mewujudkan diri sebagai perbuatan atau situasi, dengan perbuatan dan situasi mana, dicita-citakan dengan tegas, untuk mencapai tujuan pendidikan.
Muharam A. (2009:127) menyatakan bahwa alat pendidikan adalah segala sesuatu yang digunakan untuk kegiatan pendidikan, baik berbentuk material maupun non material.
Indrakusumah (1973:138) menyatakan bahwa alat pendidikan berupa perbuatan-perbuatan atau tindakan-tindakan yang secara konkrit dan tegas dilaksanakan, guna menjaga agar proses pendidikan bisa berjalan dengan lancar dan berhasil.
Adapun pembagian alat pendidikan menurut Suwarno (1973) dapat dibedakan dari berbagai macam segi sebagai berikut:
1. Alat pendidikan positif dan yang negatif.
a. Positif yaitu ditunjukan agar anak mengerjakan sesuatu yang baik, misalnya: contoh yang baik pembiasaan, perintah pujian, ganjaran.
b. Negatif, jika tujuannya menjaga supaya anak didik jangan mengerjakan sesuatu yang buruk, misalnya larangan, celaan, peringatan, ancaman, hukuman.
2. Alat pendidikan preventif dan korektif.
a. Preventif, jika maksudnya mencegah anak sebelum ia berbuat sesuatu yang tidak baik, misalnya contoh: pembiasaan perintah, pujian, ganjaran.
b. Korektif, jika maksudnya memperbaiki karena anak telah melanggar ketertiban atau berbuat sesuatu yang buruk, misalnya: celaan, ancaman, hukuman.
3. Alat pendidikan yang menyenangkan dan yang tidak menyenangkan.
a. Yang menyenangkan yaitu menimbulkan perasaan senang pada anak-anak, misalnya ganjaran, pujian.
b. Yang tidak menyenangkan, maksudnya yang menimbulkan perasaan tidak senang pada anak-anak, misalnya hukuman dan celaan.
Ekosusilo M. yang disunting Ahmadi A. (1991:142) membagi alat pendidikan menjadi dua jenis, yaitu: a) alat pendidikan yang bersifat materil, yaitu alat-alat pengajaran yang berupa benda-benda nyata, b) alat pendidikan yang bersifat non materiil, yaitu alat-alat pendidikan yang tidak bersifat kebendaan melainkan segala macam atau kondisi, tindakan dan perbuatan yang diadakan atau dilakukan dengan sengaja sebagai sarana dalam melaksanakan pendidikan.
Muharam A. (2009:127) mengungkapkan alat pendidikan non material adalah suatu tindakan atau perbuatan atau situasi yang dengan sengaja diadakan untuk mencapai suatu tujuan pendidikan, seperti pembiasaan, menyuruh (suruhan), larangan (melarang), menganjurkan, mengajak, memuji, menegur, menghukum, dan berbagai bentuk kegiatan lainnya. Sedangkan alat pendidikan material adalah berbagai perlengkapan yang digunakan untuk keperluan pelaksanaan proses pendidikan, biasanya berbentuk benda seperti sarana dan prasarana.
Secara terperinci Muharam A. (2009:128) menjelaskan mengenai pembagian alat pendidikan kepada material dan non material sebagai berikut:
1. Alat pendidikan non material
Alat pendidikan non material berbentuk perbuatan atau tindakan yang digunakan pendidik kepentingan proses pendidikan. Memilih perbuatan atau tindakan yang tepat tergantung kecakapan pendidik. Artinya, seorang pendidik perlu memahami kondisi dan masalah yang dihadapi terdidik dikelas. Menurut Lois V. Jhonson dan A. Banny paling tidak terdapat tujuh masalah yang perlu dipahami pendidik di kelas, yaitu: a) kelas kurang kohesif, karena alasan jenis kelamin, suku, tingkah laku, sosial ekonomi, dan sebagainya, b) kelas mereaksi negatif terhadap salah seorang anggotanya, misalnya mengejek teman sekelasnya yang menyanyi dengan suara sumbang, c) penyimpangan dan norma-norma tingkah laku yang telah disepakati sebelumnya, misalnya sengaja berbicara keras-keras diruang perpustakaan, d) membesarkan hati anggota kelas yang justru melanggar norma kelompok, misalnya pemberian semangat kepada badut kelas, e) kelompok cenderung mudah dialihkan dan tugas yang tengah digarap, f) semangat kerja rendah, misalnya semacam aksi protes kepada guru karena menganggap tugas yang diberikan kurang adil, g) kelas kurang menyesuaikan diri dengan keadaan baru, seperti perubahan jadual, atau guru kelas terpaksa diganti sementara oleh guru yang lain.
2. Alat pendidikan material
Alat pendidikan material atau benda terdiri dari sarana dan prasarana. Prasarana adalah semua alat bantu pelajaran yang sifatnya tidak langsung sedangkan sarana adalah alat bantu pelajaran yang langsung dapat dipakai pada waktu interaksi belajar mengajar sedang berlangsung. Sarana pendidikan terdiri dari: alat berat hardware dan alat ringan software. Alat berat adalah yang bersifat keras dan berat seperti mesin-mesin, kayu dan sebagainya. Sedangkan alat ringan pemisah buku, alat pelajaran yang berupa bahan pelajaran atau tugas seperti kertas untuk bekerja dan lembaran penilaian dalam sistem modul.
Prasarana sebagai alat pendidikan berkaitan dengan lingkungan fisik tempat belajar meskipun tidak berpengaruh langsung tetapi mempunyai pengaruh penting terhadap hasil pembelajaran. Lingkungan fisik yang menguntungkan dan memenuhi syarat minimal mendukung meningkatkan intensitas proses pembelajaran dan mempunyai pengaruh positif terhadap pencapaian tujuan pengajaran.
Lingkungan fisik yang dimaksud meliputi:
a. Ruangan / kelas
Ruangan / kelas tempat belajar harus memungkinkan semua siswa bergerak leluasa, tidak berdesak-desakan dan saling mengganggu antara siswa yang satu dengan yang lainnya pada saat melakukan aktivitas belajar.
b. Pengaturan tempat duduk
Dalam mengatur tempat duduk yang penting adalah memungkinkan terjadinya tatap muka, dengan demikian guru dapat mengontrol tingkah laku siswa.
c. Ventilasi dan pengaturan cahaya
Suhu, ventilasi dan penerangan adalah aset penting untuk terciptanya suasana belajar yang nyaman.
Selain itu adapun lingkungan fisik alat pendidikan material menurut Indrakusumah (1973:138) yaitu:
1. Penerangan
Di waktu siang cahaya matahari harus masuk ke dalam ruang-ruang kelas dengan leluasa sehingga ruangan kelas cukup terang untuk keperluan baca tulis, dan pada waktu malam hari harus dipergunakan lampu-lampu yang cukup terang dan banyak.
2. Panjang Kelas
Panjang kelas hendaknya jangan lebih dari 8-9 meter. Sehingga murid yang duduk paling belakangpun masih bisa membaca tulisan di papan tulis, dan dapat mendengarkan suara guru dengan baik.

B. Karakteristik Alat Pendidikan
Karakteristik alat pendidikan menjadi bagian yang perlu dipahami oleh pendidik dalam melaksanakan proses pendidikan.
1. Pengertian Karakteristik Alat Pendidikan
Muharam A. (2009:133) mengungkapkan bahwa alat pendidikan dapat diartikan sebagai kondisi ideal alat pendidikan baik yang berkaitan dengan alat pendidikan bentuk non-material maupun material yang digunakan dalam kegiatan pendidikan.
2. Karakteristik Alat Pendidikan Non Material
Muharam A. (2009:133-135) manyatakan bahwa ada beberapa karakteristik perbuatan atau tindakan sebagai alat pendidikan non material, yakni:
a. Perbuatan atau tindakan pendidik hendaknya dilakukan awal-awal dalam proses pendidikan dengan memikirkan terlebih dahulu tentang bagaimana cara melakukan sesuatu karena manusia mempunyai sifat konservatif yang cenderung untuk mempertahankan atau tidak merubah kebiasaan.
b. Perbuatan atau tindakan hendaknya membiasakan terdidik akan hal-hal yang harus dikerjakan agar menjadi biasa untuk melakukan sesuatu secara otomatis, tanpa harus disuruh lagi orang lain, atau menunggu sampai orang lain merasa tidak senang padanya karena kebiasaan yang buruknya.
c. Perbuatan atau tindakan pendidik hendaknya dilakukan dengan hati-hati, baik dalam frekuensi maupun cara melakukannya.
d. Perbuatan atau tindakan hendaknya digunakan dengan diikuti oleh bimbingan apa yang sebaiknya harus dilakukan terdidik.
e. Perbuatan atau tindakan hendaknya dilakukan atau diawali dengan memberikan beberapa gambaran yang sesuai sebelum mengajak terdidik untuk melakukannya.
f. Perbuatan atau tindakan hendaknya pendidik tidak harus memaksakan diri sedemikian rupa sehingga pendidik tidak lagi hidup wajar sebagai pribadi atau sebagai diri sendiri.
g. Perbuatan atau tindakan hendaknya tidak berlebihan, misalnya dalam memuji karena akan berakibat kurang baik, terutama pada pendidik yang sudah lebih mampu menimbang dengan akalnya.
h. Perbuatan atau tindakan pendidik hendaknya bijaksana menanggapi kalau ada sesuatu kesalahan dari terdidik, sebab belum tentu suatu kesalahan itu dibuat dengan sengaja.
3. Karakteristik Alat Pendidikan Material
Muharam A. (2009:135) meskipun alat pendidikan kebendaan/material seperti: lahan, gedung, prabot dan perlengkapan lebih berkaitan dengan kegiatan pendidikan di sekolah, namun karena sifat pendidikan secara umumpun memanfaatkan pentingnya peran alat pendidikan berbentuk material, maka beberapa kerakteristik berikut ini perlu dipahami dan dijadikan pertimbangan pendidik dalam menjalankan kegiatan pendidikan seperti:
a. Alat pendidikan hendaklah terbuat dari alat yang kuat dan tahan lama dengan memperhatikan keadaan setempat.
b. Pembuatan alat pendidikan mudah dan dapat dikerjakan secara masal.
c. Biaya alat pendidikan relative murah.
d. Alat pendidikan hendaknya enak dan nyaman bila ditempati atau dipakai sehingga tidak mengganggu keamanan pemakainya.
e. Alat pendidikan relatif ringan untuk mudah dipanidah-pindahkan.
Secara lebih rinci syarat-syarat alat pendidikan yang harus diperhatikan pendidik adalah:
a. Ukuran fisik terdidik, agar pemakaianya fungsi dan efektif.
b. Bentuk dasar yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1) Sesuai dengan aktivitas terdidik dalam proses pendidikan.
2) Kuat, mudah pemeliharaan dan mudah dibersihkan.
3) Mempunyai pola dasar yang sederhana.
4) Mudah dan ringkas untuk disimpan atau disusun.
5) Fleksibel, sehingga mudah digabungkan dan dapat pula berdiri sendiri.
c. Kontruksi perabot hendaknya:
1) Kuat dan tahan lama
2) Mudah dikerjakan secara masal
3) Tidak terganggu keamanan terdidik
4) Bahannya mudah didapat di pasaran dan disesuaikan dengan keadaan setempat.



C. Jenis Alat Pendidikan
1. Alat Pendidikan Non Material
a. Pembiasaan
Purwanto N. (1985:177) mengungkapkan bahwa pembiasaan adalah salah satu alat pendidikan yang penting sekali, terutama anak-anak yang masih kecil. Anak-anak kecil belum menginsafi apa yang dikatakan baik dan apa yang dikatakan buruk dalam arti susila juga anak kecil belum mempunyai kewajiban-kewajiban yang harus dikerjakan seperti orang dewasa, tetapi mereka sudah mempunyai hak seperti hak dipelihara, hak mendapat perlindungan, dan hak mendapat pendidikan.
Ahmad (1991:144) berpendapat bahwa pembiasaan adalah pengulangan terhadap segala sesuatu yang dilaksanakan atau yang diucapkan oleh seseorang. Misalnya, anak-anak dibiasakan bangun pagi atau hidup bersih, maka bangun pagi atau hidup besih adalah suatu kebisaan. Hampir semua ahli pendidikan sepakat untuk membenarkan pembiasaan sebagai salah satu upaya pendidikan. Muharam A. (2009:137) mengungkapakan bahwa kebiasaan adalah suatu tingkah laku tertentu yang sifatnya otomatis, tanpa direncanakan dulu serta berlaku begitu saja tanpa dipikir lagi.
Jadi pembiasaan itu diperlukan untuk melaksanakan tugas secara benar dan rutin terhadap peserta didik. Misalnya agar peserta didik dapat melaksanakan shalat secara benar dan rutin maka mereka perlu dibiasakan shalat sejak masih kecil, dari waktu ke waktu. Itulah sebabnya pembiasaan diperlukan untuk mendidik mereka sejak dini agar mereka terbiasa dan tidak merasa berat untuk melaksanakannya ketika meraka sudah dewasa.
b. Pengawasan
Purwanto N. (1985:177) mengungkapkan bahwa pengawasan penting sekali dalam mendidik anak-anak. Tanpa pengawasan berarti membiarkan anak berbuat sekehendaknya, anak tidak akan dapat membedakan yang baik dan buruk, tidak mengetahui mana yang seharusnya dihindari atau tidak senonoh, dan mana yang boleh dan harus dilaksanakn, mana yang membahayakan dan mana yang tidak.
c. Suruhan
Muharam A. (2009:137) mengungkapakan bahwa suruhan merupakan jenis alat pendidikan yang tergolong banyak dilakukan karena memang dalam kehidupan manusia itu ada hal yang harus dihindarkan dan sebaliknya ada hal yang harus dikerjakan.

d. Larangan
Muharam A. (2009:137) mengungkapakan bahwa larangan adalah bentuk alat pendidikan untuk pembiasaan dalam hal-hal yang tidak boleh dilakukan.
e. Menganjurkan
Muharam A. (2009:137) mengungkapakan bahwa menganjurkan adalah mempunyai sikap tidak mengikat dan terasa tidak memaksa pada pendidik.
f. Mengajak
Muharam A. (2009:138) mengungkapakan bahwa dalam perannya, yang paling banyak dilakukan pendidik ialah mengajak. Ajakan adalah suruhan halus, dengan jalan menunjukkan terlebih dahulu segi baiknya daripada sesuatu kegiatan yang ingin di lakukan. Misalnya ingin agar anak-anak suka akan kegiatan membersihkan rumah tempat tinggal. Mula-mula menunjukkan enaknya rumah yang bersih dan sehat, betapa senangnya tinggal pada rumah demikian.
g. Memberi contoh
Muharam A. (2009:138) mengungkapakan bahwa memberi contoh adalah alat pendidikan yang tertua, disamping suruhan dan larangan. Pengertian memberi contoh dibagi menjadi dua macam:
1) Memberi contoh dalam arti sengaja berbuat untuk secara sadar ditiru oleh terdidik.
2) Berlaku sesuai dengan norma dan nilai yang akan ditanamkan pada terdidik sehingga tanpa sengaja menjadi contoh (teladan) bagi terdidik.
h. Memuji
Muharam A. (2009:139) mengungkapakan bahwa cara memuji memberikan efek yang baik pada terdidik. Memuji pekerjaan yang baik menunjukkan selera dan pengertian yang baik, serta menunjukkan penghargaan pada suatu prestasi. Sebaliknya kalau melihat suatu prestasi yang baik lalu didiamkan saja maka hal itu berarti tidak menghargai sesuatu.
i. Menghukum
Muharam A. (2009:140) mengungkapkan bahwa menghukum suatu cara mendidik yang paling banyak harus dihindarkan dan sedapat mungkin diberikan dengan jalan edukatip. Tujuan menghukum seharusnya menyadarkan orang akan kesalahannya serta menanamkan keinginan memperbaiki diri. Cara menghukum harus memperhatikan hal-hal berikut:
1) Hukuman itu hendaknya mendidik, berangkat dari kesiaan pendidik membantu terdidik untuk berkembang, dengan katalain bukan balas dendam.
2) Bentuk hukuman hendaknya sedapat mungkin ada hubungannya dengan bentuk kesalahn. Misalya tidak melakukan kewajiban seharusnya ditebus dengan melakukan kewajiban yang lain.
3) Jangan menyakiti harga diri terdidik.
4) Jangan memberi hukuman badan.
2. Alat Pendidikan material
Menurut Muharam A. (2009:142-144) merinci bahwa alat pendidikan material meliputi:
a. Lahan / Tanah
Lahan untuk membangun suatu sekolah sebenarnya tergantung oleh jenis sekolah yang akan diselenggarakan serta jumlah ruang belajar yang diperlukan maupun tujuan yang ditentukan secara institusional.
Pada umumnya lahan yang diperlukan adalah 50% untuk bangunan sekolah dan 50% untuk halaman sekolah, walaupun secara ideal adalah dikaitkan dengan ruang kebebasan gerak daripada murid sebagai populasinya. Yang ideal adalah luas tanah 3x luas bangunannya.
b. Bangunan / Gedung
Bentuk bangunan sekolah yang disebut “style sekolah” tampak dari bagian luar, depan ataupun keseluruhannya. Ukuran ruang belajar mengajar ditentukan oleh ruang gerak anak didik yang menempatinya, sehingga perlu ada pembatasan dari rasio antara jumlah anak didik sebagai penghuni kelas dengan luasnya ruangan. Jumlah yang ideal suatu ruang kelas adalah antara 36-40 anak
c. Perabot dan Perlengkapan
Perabot dan perlengkapan sebagai alat pendidikan meliputi benda dan alat yang bergerak maupun tidak bergerak yang dipergunakan untuk menunjang kelancaran proses pendidikan di sekolah. Perabot dan perlengkapan yang digunakan di sekolah tidak seperti yang digunakan di tempat lain, tetapi dibuat berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tetentu sesuai dengan kebutuhan anak didik.
Ukuran perabot dan perlengkapan sebagai alat pendidikan umumnya sudah mempunyai standar tertentu yang juga tidak terlepas dari perhitungan yang didasarkan pada ruang kebebasan gerak anak yang memakainya seperti: meja, kursi, bangku, lemari, papan tulis dan sebagainya.
Pengaturan perabot harus memperhatikan:
1) Perbandingan antara luas lantai dan ukuran perabot yang akan dipakai dalam ruangan tersebut.
2) Kelonggaran jarak dan dinding kiri kanan.
3) Jarak satu perabot dengan perabot lainnya
4) Jarak deret perabot (meja,kursi) terdepan dengan papan tulis.
5) Jarak deret perabot (meja,kursi) paling belakang dengan tembok batas.
6) Arah menghadapnya perabot.
7) Kesesuaian ruangan dan keseimbangan
Alat pendidikan hendaknya dapat memberikan dan menjamin perasaan aman, bebas, senang serta bisa membantu anak untuk menghargai, menghormati, membatasi maupun memberikan panutan baginya untuk bersosialisasi diri secara wajar dan benar.

D. Penggunaan Alat Pendidikan
Muharam A. (2009:144-146) mengungkapkan bahwa penggunaaan alat pendidikan dipengaruhi oleh kecakapan pendidik yang harus menyesuaikan dengan tujuan yang akan dicapai, dan sebagai seorang pendidik sebaiknya harus menghindari tindakan yang memaksa. Penggunaan alat pendidikan juga dipengaruhi oleh pribadi yang akan memakainya. Pemakai alat pendidikan juga harus dapat menyesuaikan diri dengan tujuan yang dikandung oleh alat itu. Penggunaan alat pendidikan mempunyai hubungan yang erat dengan sifat kepribadian pemakainya yang merupakan sifat khas dari alat pendidikan.
Di dalam memilih alat-alat pendidikan yang akan digunakan perlu diingathal-hal berikut:
1. Tujuan apakah yang akan dicapai dengan alat itu
2. Siapakah yang akaan menggunakan alat itu
3. Alat-alat manakah yang tersedia dan dapat digunakan
4. Terhadap siapakah alat itu digunakan
Selain itu perhatikan pula , apakah di dalam penggunaan alat pendidikan itu akan menimbulkan pengaruh dalam lapangan lain yang tidak menjadi tujuan utama dari penggunaan alat itu dan apakah alat yang digunakan itu sudah dapat untuk mencapai tujuan itu atau belum, atau mungkin masih perlu dibantu dengan yang lain.
Selain itu perlu pula diperhatikan bagaimana reaksi anak-anak terhadap penggunaan alat pendidikan itujangan sampai reaksi anak didik hanya sekedar reaksi rangsangan belaka, tetapi dengan penggunaan alat itu diharapkan anak didik akan mengalami perubahan yang sesuai ddengan tujuan yang diharapkan atau perubahan yang tidak hanya bersifat mekanistis, tetapi benar-benar merupakan pencerminan dan pribadi anak didik.
Dalam masalah terhadap siapakah alat itu digunakan, perlu diingan bagaimanakah kondisi anak yang menerimanya, apakah anak didik itu berkelainan, dan bagaimanakah kelainannya, berapakah umur anak didik itu, bagaimana watak atau kebiasaannya dan situasi disaat itu, dan lain-lainnya.
Tujuan pendidikan adalah membimbing anak untuk mencapai kedewasaan, kedewasaan ini dapat dicapai dalam pergaulan antara terdidik dengan pendidik, dan pergaulan ini merupakan alat pendidikan yang utama. Jadi dapat ditegaskan, bahwa alat yang utama untuk mencapai tujuan pendidikan adalah pergaulan.
Dalam pergaulan, anak didik tidak merasa dirinya secara formal terikat pada suatu ikatan, sebagai seorang yang harus tunduk., sehingga karena itu, ia harus membatasi tingkah lakunya atau segala tindakannya, sebagaimana yang terjadi pada situasi pendidikan. Tetapi dalam pergaulan itu anak didik mempunyai hak untuk memperoleh petuah, petunjuk atau contoh sebagaimana yang diperoleh dalam situasi pendidikan formal. Untuk itu, pemakaian alaat pendidikan harus mempertimbangan hal-hal sebagai berikut:
1. Tujuan pendidikan
2. Jenis alat pendidikan
3. Pendidikan yang memakai alat pendidikan
4. Anak didik yang dikenai alat pendidikan.
Meskipun tujuan pendidikan itu adalah sesuatu yang baik, namun apa bentuk/jenis dari pada tujuan itu adalah bermacam-macam, sesuai dengan bidang studi dan tingkatan. Apabila bidang studi dan tingkatan tujuan pendidikan berbeda, tentunya alat pendidikanpun bisa berbeda.
Pendidik sebagai pemakai alat pendidikan pun juga berbeda-beda keahlian dan orientasinya meskipun dalam bidang studi yang sama, lebih-lebih dalam bidang studi yang berbeda, maka tentunya alat yang dipakai juga berbeda. Pendidik tidak boleh memaksakan diri menggunakan alat yang bukan ahlinya yang tidak cocok.
Anak didik sebagai pihak yang dikenai perbuatan mendidik adalah pihak yang pertama-tama diperhatikan dalam menimbang-nimbang penggunaan alat-alat pendidikan. Adapun hal-hal yang perlu dipertimbangkan tentang anak didik adalah dari segi:
1. Jenis kelamin
2. Usia
3. Bakat
4. Perkembanga
5. Alam sekitar.
Contohnya, penggunaan alat pendidikan non material dalam bentuk paksaan, tentunya tidaklah sama tingkatan paksaan tersebut terhadap anak perempuan dan laki-laki, terhadap kanak-kanak dan orang tua, terhadap anak-anak berbakat dan anak-anak malas, terhadap anak jenius dan anak idiot, terhadap anak yang hidup di daerah yang hidup di pegunungan dan anak yang hidup di pantai.
Dalam penggunaan alat pendidikan materialpun perlu diperhatikan adanya perbedaan jenis kelamin, usia, bakat dan perkembangan anak didik serta dimana anak didik itub hidup. Contohnya, pelajaran yang menggunakan komputer, bagi anak SD berbeda dengan anak SMP, bagi anak di desa berbeda dengan anak di kota, bagi anak yang kurang mampu status ekonomi orang tuanya berbeda dengan anak yang mampu atau berkecukupan orang tuanya.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Alat pendidikan berperan penting dalam proses belajar mengajar untuk mewujudkan tujuan pendidikan yang sesuai dengan harapan. Peran alat pendidikan perlu dikembangkan secara optimal agar menunjang kelancaran proses pendidikan.
Alat pendidikan itu sendiri terdiri dari dua jenis yaitu alat pendidikan material dan alat pendidikan non material. Alat pendidikan material adalah segala bentuk perlengkapan yang digunakan untuk membantu proses belajar mengajar yang mencakup sarana dan prasarana. Sebaliknya, alat pendidikan non material adalah berupa suatu tindakan dan perbuatan atau situasi yang dengan sengaja dilakukan untuk membantu pencapaian tujuan pendidikan.
Karakteristik alat pendidikan menjadi bagian yang perlu dipahami oleh pendidik dalam melaksanakan proses pendidikan.
Penggunaaan alat pendidikan dipengaruhi oleh kecakapan pendidik yang harus menyesuaikan dengan tujuan yang akan dicapai, dan sebagai seorang pendidik sebaiknya harus menghindari tindakan yang memaksa. Penggunaan alat pendidikan juga dipengaruhi oleh pribadi yang akan memakainya. Pemakai alat pendidikan juga harus dapat menyesuaikan diri dengan tujuan yang dikandung oleh alat itu. Penggunaan alat pendidikan mempunyai hubungan yang erat dengan sifat kepribadian pemakainya yang merupakan sifat khas dari alat pendidikan.


DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi Abu dan Uhbiyati Nur. 2003. Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Indrakusuma Amir. 1973. Pengantar Ilmu Pendidikan. Surubaya: Usaha Nasional.
Ngalimpurwanto. 1985. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Sadulloh, dkk. 2009. Pedagogika. Bandung: UPI Press.
http://starawaji.wordpress.com/2009/05/21/alat-alat pendidikan

Baca Selengkapnya...